narrative writings of thesunmetmoon
Setelah mereka menangis sejadinya saban hari, rasanya lega. Rasanya segala yang mereka tahan hingga detik ini urai begitu saja. Joshua menatap Jeonghan sebelum mereka berdua tertawa, saling mengejek karena mereka nampak jelek. Pipi basah, ingus meler, wajah merah.
”...Keluar dari grup?”
Terbang sendiri dari rumahnya di Los Angeles dan membuat ibunya kehilangan putra semata wayangnya ke negara yang telah lama mereka tinggalkan bukanlah satu-satunya kesalahan hidup yang dilakukan Joshua.
“Hi.”
Sungguh memalukan. Menangis seperti bocah ingusan di depan toko—yang ia yakin pasti ditonton oleh tetangga-tetangga mereka—dan di depan orang asing...
...yang saat ini sedang melipat lengan di dada sambil bersandar ke meja kasir.
Panas.
Jika boleh jujur, pulang ke Korea setelah lima belas tahun melupakan tanah kelahirannya tidak berarti apa-apa bagi Joshua Hong. Tidak ada rasa rindu yang berdesir dalam dadanya. Meski ia senang bisa memeluk orangtuanya lagi dan menatap senyum ibunya langsung tanpa bantuan kamera, selain itu, tak ada perasaan spesial apapun terbersit di hatinya.
Karena Seokmin yang tetiba pingsan dan sampe detik ini belum juga nampak tanda-tanda anak itu bakalan bangun, yang mulia permaisuri pun menawarkan mereka untuk menginap di istana. Mereka jelas ngerasa sungkan, tapi terlalu takut buat nolak. Jeonghan sih bilang ke Seungcheol kalo dia sama Mingyu bisa pulang kalo mau, biar dia sendiri aja yang jagain Seokmin, tapi kedua temannya itu langsung protes, enggan ninggalin mereka berdua sendirian. Akhirnya, setelah menelpon ke orangtua masing-masing untuk memberi kabar, mereka berbagi salah satu ruang tidur yang dikhususkan bagi tamu kerajaan, terletak di sayap yang berseberangan dari sayap ruangan pribadi keluarga raja.
“Masuklah, masuk! Jangan sungkan!”
Kelewat semangat, si macan itu; Minghao semakin mengerutkan alis karenanya. Tentu ia menaruh curiga semenjak kumpulan mata para macan membelalak dengan rasa penasaran tinggi ketika dirinya turun dari kereta kuda yang sengaja dikirim oleh tetua mereka (perlakuan yang, ia yakin, diberikan atas permintaan Jisoo), namun ia tak bisa bertindak atau berkata apapun untuk menentangnya.
Xu Minghao, seekor kelinci herbivora, menginjakkan kakinya secara sukarela ke tengah sarang para macan.
Itu adalah langkah bunuh diri yang agak sinting, jika ia boleh jujur.