Part 15
Suara ketukan terdengar tiga kali dalam ketenangan malam.
“Masuklah.”
Daun pintu kemudian terbuka.
narrative writings of thesunmetmoon
Suara ketukan terdengar tiga kali dalam ketenangan malam.
“Masuklah.”
Daun pintu kemudian terbuka.
“Selamat siang, Hong,” Yoon Jeonghan tersenyum.
Berdiri di ambang pintu, Omega itu bagai malaikat turun dari langit. Cantik, polos. Tampak seperti seseorang yang hidupnya dipenuhi bulu burung dan bebungaan. Tapi, Joshua lebih dari sekadar tahu kalau Yoon Jeonghan—persetan dengan kata orang di luar sana—itu pedang bermata dua. Sebut saja instingnya yang berbicara.
Adikku Tersayang,
Aku menulis surat pendek ini untuk mengabarkan berita baik padamu. Sesuai janjiku, aku membicarakan hal yang kita diskusikan sebelumnya pada Ibunda dan para tetua. Dengan sangat bahagia aku memberitahumu bahwa permintaan kita telah dikabulkan.
Helaan napas.
Sang raja akhirnya mendelik dari berkas yang tengah ia pelajari setelah helaan napas ke-sebelas terlepas. Ia bertukar pandang dengan tunangannya untuk sesaat sampai Omega itu menggeleng sambil memejamkan mata, mendorong sang raja untuk bertanya langsung pada Alpha yang tengah gundah gulana. Di bawah pancaran matahari lembut yang menyorot melewati rumah kaca tempat favorit Omeganya untuk bersantai, sang raja pun angkat bicara.
“Sungguh aku ingin bertanya apa gerangan yang terjadi kali ini,” ucapnya berwibawa.
Jawabannya datang dalam bentuk seperti ini:
“Permisi! Mau pesen.”
Wonwoo menoleh, kemudian langsung meraih notes dan bolpoin. Dengan senyum komersil hasil latihan manajernya, dia siap mencatat pesanan.
“Ya, Mbak?”
“Emm, yang spesial di sini apa ya?”
Mungkin ia memang sudah gila.
Satu hal yang paling meresahkan Tuan Kim adalah fakta bahwa satu-satunya Omega yang ingin ia genggam tangannya selepas berdansa masihlah teramat muda. Nah, nah, Tuan Kim bukanlah naif. Sang Alpha mengelilingi dunia dalam waktu senggangnya dan, dengan begitu, mengenal berbagai tabiat manusia di masing-masing negara.
(“Koran! Koran pagi! Silakan, Tuan, berita terbaru hari ini! Sekelompok pencuri nekat memasuki istana-”)
(“Permisi! Maaf, berikan jalan, tepung-tepung ini perlu segera ke tukang roti! Maaf! Whoops, hampir saja, permisi, Nona. Maaf!”)
Suara ketukan terdengar di pintu kamar dan suara Seungcheol dari baliknya menyusul kemudian.
“Won?”
“Hmm?”
Klik!
“Lo nggak, eh, dibully gitu? Nggak ngerasa kalo lebih baik dunia nggak tau? Bonyok lo gimana??”
“Gue dibully...nggak sih?” Jun malah bertanya ke kedua temannya.
“Nggak ada yang berani juga sih,” Jihoon menunjuk ke Soonyoung pakai ibu jari.