Kelewat semangat, si macan itu; Minghao semakin mengerutkan alis karenanya. Tentu ia menaruh curiga semenjak kumpulan mata para macan membelalak dengan rasa penasaran tinggi ketika dirinya turun dari kereta kuda yang sengaja dikirim oleh tetua mereka (perlakuan yang, ia yakin, diberikan atas permintaan Jisoo), namun ia tak bisa bertindak atau berkata apapun untuk menentangnya.
Xu Minghao, seekor kelinci herbivora, menginjakkan kakinya secara sukarela ke tengah sarang para macan.
Itu adalah langkah bunuh diri yang agak sinting, jika ia boleh jujur.
Bertindak gegabah adalah akar dari segala permasalahan di dunia. Xu Minghao meyakininya dengan sepenuh hati. Maka dari itu, ia meminta kesediaan Kwon Soonyoung untuk memberinya waktu. Waktu untuk mencerna. Waktu untuk berpikir. Waktu untuk mengambil keputusan. Macan itu segera menyetujui, sebab tak ada alasan baginya untuk tidak mengabulkan apa yang adik iparnya itu pinta. Menunggu barang satu-dua malam takkan merugikan pihak mana pun. Ia bisa pulang dengan membawa kabar baik bagi Jisoo dan menenangkan kepala panas Minghao di saat yang bersamaan, sekaligus menyiapkan ruangan bila kelinci termuda itu, pada akhirnya, menerima tawaran klan karnivora padanya.
Setelah menyatakan bahwa dirinya akan kembali tiga hari lagi, Kwon Soonyoung pun pamit tanpa banyak embel-embel.
Langit begitu benderang karena mentari tersenyum amat lebar hari ini. Bagaimana tidak? Bila seekor kelinci cantik tengah berjemur di bawah naungannya, kedua telinga panjangnya kuyu oleh kedamaian. Helai rambut diacak angin semilir yang juga membawa harum bebungaan musim panas. Merah darah, jingga terang, kuning menyengat—bergerombol membentuk sebuah bingkai indah untuk makhluk yang sama indahnya. Dengan bibir mekar merona dan bulu mata hitam yang lentik, Xu Minghao bagaikan setangkai bunga cantik...
Hari itu adalah hari yang tidak biasa, bahkan bagi para klan macan. Bagaimana tidak? Ketika seluruh perwakilan klan karnivora terkuat berkumpul di rumah tetua mereka.
Ah, harus dimulai dari mana cerita ini?
Baiklah. Mungkin seperti manusia, kan kumulai dari cuaca.
Kerjap-kerjap mata si kelinci kecil, membulat dalam ketidak pahaman. Kakak sepupunya, Jisoo, menggandeng tangannya yang mungil. Berusia 8 dan menyaksikan pernikahan sosok kakak yang rasanya baru kemarin bermain petak umpet bersamanya mengundang telengan kepala si kelinci.