Butuh empat hari untuk meredakan heat Wonwoo. Sekarang, selepas bercinta gila-gilaan dengan hanya meninggalkan kasur untuk ke toilet, mandi dan makan, Soonyoung telentang memandangi langit-langit di samping Wonwoo, memikirkan Jihoon.
Dua kantung kertas berisikan empat boks besar aneka kue segala rasa dan rupa menggelantung di kedua tangannya. Mingyu tadi memborong semua jenis kue di sana sampai ditertawakan kliennya. Dengan pipi merona dan suara terbata, ia menjawab, โBuat Omega saya, Pak, hehe...โ
Sebenarnya Wonwoo enggan menemui Mingyu. Masih tidak enak, masih merasa bersalah. Namun, Alpha itu memanggilnya dengan tegas, maka ia mau tak mau harus menurutinya. Langkahnya lambat, sengaja berlama-lama, mungkin bahkan sudah lewat dari 5 menit.
Masih terlalu pagi bagi Mingyu untuk terbangun di hari Minggu, tetapi matanya membuka begitu saja. Perlahan ia mengumpulkan nyawa. Dikuceknya mata sementara badannya mengulet, seluruh sendi pun diregangkanโ
Dalam gelap ruang kamar itu, ia memandangi gerak monoton dada yang naik-turun secara teratur. Tangannya menelusuri perlahan, mulai dari dada, naik ke bahu, ke leher, dagu, lalu...bibir yang membuka sedikit...
Perlu beberapa menit untuk pulih sejak hantaman keras ia rasakan pada tubuh bagian belakang. Meski teredam oleh tumpukan benda dan membuat nyawanya terjaga, tetap saja seluruh tubuhnya berteriak kesakitan. Pegal dan memar. Mingyu mengerang, perlahan menggeliat oleh rasa tak nyaman di punggung dan tengkoraknya.
Andaikata Mingyu mengikuti insting alphanya, mungkin dia sudah memanjat pagar rumah Wonwoo dan mendobrak pintunya. Untungnya dia bisa menahan diri dan berdiri dengan cemas terpancar di wajahnya di depan kamera pengintai yang sengaja dipasang si empunya rumah.