Mingyu dan Seokmin adalah teman sejak kecil. Ayah mereka berteman sejak masih kuliah, sampai mereka sukses, menikah dan memiliki anak. Walau sama-sama Alpha dan pemilik perusahaan besar, industri yang mereka kuasai toh berbeda sehingga tak ada persaingan di antara mereka. Bisa dikatakan, tak ada yang menghalangi hubungan kekerabatan kedua keluarga. Mingyu tumbuh bersama Seokmin, berbagi tawa dan kenakalan bersama.
Sampai datanglah hari itu. Hari dimulainya keretakan hubungan mereka.
Panas. Terik menyelekit, membuat Wonwoo diam-diam membuka kancing kedua kemeja putihnya yang longgar. Asisten Mingyu bernama Seokmin itu berbaik hati memakaikan topi dan kacamata hitam pada sang Omega sebelum turun dari mobil tadi, paham bahwa kebanyakan Omega tidak kuat dijemur di bawah mentari siang hari bolong. Apalagi akhir-akhir ini Jakarta panas banget, liek, P-A-N-A-S banget, ngebakar sampai ke kulit, nggak paham lagi, ya Allah...
Terlebih lagi, menilik di mana mereka berada sekarang...
Minghao tidak mengindahkan sapaan itu. Masih terkantuk-kantuk, separuh sadar, ia melipir ke Jun yang sedang memotongi daun bawang. Kepul uap melayang dari periuk tanah liat di atas kompor. Aroma bubur tercium kentara di dapur mereka. Alpha-nya memasak sarapan dengan celemek bergambar kucing gemas.
Wonwoo bermimpi. Di dalam mimpinya, ia bisa melihat dirinya sendiri, mengguratkan jari-jemari hingga kuku-kukunya patah dan mememarkan darah di tembok yang dingin dan kokoh. Mengemis, memukul, mendorong, namun tembok itu bergeming. Di dalam mimpinya, ia menangis dan menangis.
Soonyoung nyengir. Dia menyelip duduk di samping Jihoon yang tengah menyantap steak untuk makan malam, tentunya dengan dua mangkuk nasi sebagai pengganti kentang. Diremasnya tangan Jihoon di atas meja sebagai gestur memohon ampun.