91.
Sebenarnya Wonwoo enggan menemui Mingyu. Masih tidak enak, masih merasa bersalah. Namun, Alpha itu memanggilnya dengan tegas, maka ia mau tak mau harus menurutinya. Langkahnya lambat, sengaja berlama-lama, mungkin bahkan sudah lewat dari 5 menit.
Ketika dia tiba, Mingyu mendongak untuk menatapnya, lalu ia berderap ke arah Wonwoo. Gestur tubuhnya seolah ia datang untuk memukul Wonwoo. Refleks, Omega itu pun gemetar ketakutan. Dia berusaha mundur tapi, apalah daya, ada tembok yang keburu menemukan punggungnya. Wonwoo memejamkan mata. Kedua lengan diangkat ke kepala, berusaha melindungi wajahnya.
Oh?
Apa yang ia duga tidaklah terjadi. Alih-alih, ia merasa tubuhnya melayang sejenak. Ketika matanya membuka lagi, ia sudah dipanggul Mingyu di pundak. Lengannya otomatis memeluk pundak Mingyu. Tangannya yang kecil menyentuh sisi leher sang Alpha. Orang-orang di sekeliling pun memandangi mereka, tapi Mingyu seolah tidak peduli akan semua itu. Wonwoo terheran-heran.
“Aku nggak marah, Won,” Mingyu menoleh, kemudian tersenyum padanya. Lembut sekali. Mendadak saja, kerongkongan Wonwoo terasa kering. “Maaf, aku udah bikin kamu takut, Sayang...”
Wonwoo tidak menjawab apapun, hanya menggerung perlahan, sebelum wajahnya dibenamkan ke pundak Mingyu. Sang Alpha mengira kalau Wonwoo akan menangis. Ia sudah siap untuk memberi lebih banyak lagi kata-kata penghiburan, ketika wangi itu tercium.
Wangi manis. Amat manis. Tercium kentara sekali. Harum vanilla dan...dan..oh, ada sedikit wangi bunga di salah satu lapisannya. Bunga apa? Bunga apa yang bercampur dengan vanilla dan mentega dan gula, mampu menghasilkan wangi seperti ini?
Air liurnya pun terbit. Dengan perubahan bau khas Omega dalam gendongannya, Mingyu mengencangkan rahang. Gigi ia gertakkan, awas akan keadaan sekitar.
Karena, tiba-tiba saja, seluruh Alpha di ruangan itu menoleh ke arah mereka.
Mingyu menggeram, rendah dan berbahaya. Pegangannya pada tubuh Wonwoo mengencang. Didorongnya bau Alpha-nya agar keluar membabi buta, mencoba menutupi wangi lezat Wonwoo dengan baunya sendiri. Pupilnya hampir mengecil dan taringnya ia pamerkan, terutama pada Alpha yang tidak langsung mengalihkan pandangan setelah mencium bau Mingyu dan tetap saja memerhatikan Omega-nya seakan tengah menatap sebuah santapan.
Wonwoo bukannya tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Ia hampir tercekik oleh bau Alpha yang menyelubunginya. Berat. Tajam. Bau yang biasanya menenangkan batin Wonwoo di kala malam, kini menggelutinya dalam keposesifan. “Ah...,” butir keringat pun timbul di kening Wonwoo. Jari-jemari menggamit baju Mingyu. Geligi bergemeletuk sebelum ia menggigiti pundak sang Alpha dari luar pakaiannya. “Mingyu...Mingyu...”
Wonwoo memiringkan kepala, mengangkat wajahnya untuk menggigit kecil sisi leher Mingyu. Tak tahan. Tak tahan oleh bau Alpha yang begitu pekat. Tak tahan oleh panasnya tubuh kuat yang tengah menggendongnya. Bagian belakangnya mulai terasa basah. Sebulir air mata pun jatuh dari pelupuknya.
“Alpha...,” bisik sang Omega.