7.
Main mata, yang dilakukan Wonwoo dan Minghao.
W: fuck you, ga usah melatat-melotot, udah gue bilang kan.
M: LU GA BILANG KALO TEMENNYA GYU THIS FUCKING HOT???
narrative writings of thesunmetmoon
Main mata, yang dilakukan Wonwoo dan Minghao.
W: fuck you, ga usah melatat-melotot, udah gue bilang kan.
M: LU GA BILANG KALO TEMENNYA GYU THIS FUCKING HOT???
Ting tong!
Ting tong! Ting tong! Ting tong!
Gusar, Jihoon melempar headphonenya. Ditendangnya pintu kamar, berderap marah menuruni tangga menuju pintu depan. Untunglah rumah barunya cukup kecil untuk ditinggali seorang diri sehingga ia tak butuh lima menit untuk menyusurinya.
“Halo, Sayang.”
Seokmin tersenyum, mengecup nisan itu meski matahari sedang terik-teriknya dan membuat segala batu bagai terpanggang. Ia duduk di depan makam Joshua seperti biasa. Ditaruhnya buket bunga segar setelah ia menyiangi rerumputan hama yang tumbuh di makam seiring berjalannya waktu. Sudah dua minggu ia lalai menjenguk Omega-nya akibat kesibukan duniawi dan ia berusaha menebusnya dengan memastikan makam kekasihnya kembali rapi dan bersih.
Bagaimanapun, Joshua lebih suka bila semua tertata apik.
Ia terbangun duluan dan menatap sebentuk wajah, sembab oleh tangis, di sebelahnya. Di luar, kicau burung terdengar. Terlalu ceria baginya. Mentari pagi pun terlalu terang untuk suasana hatinya saat ini.
Lee Jihoon memandang wajah kekasihnya yang masih tidur dalam keheningan. Memperhatikan dengan seksama bagaimana dada Beta itu naik-turun secara teratur. Bagaimana ia menyusut hidung. Bagaimana kantung matanya membesar karena kebanyakan menangis semalam. Bagaimana di pipi kekasihnya masih nampak jejak air mata.
“Min—mmh—”
Wonwoo, mendengar suara datangnya mobil, langsung berlari menuruni tangga, khawatir kalau-kalau Mingyu terlalu payah untuk berjalan memasuki rumah. Ternyata kecemasannya terbukti berlebihan. Sebab, begitu pintu depan ia buka, Mingyu menangkup wajahnya dan mencium bibirnya dengan ganas.
Bisa dikatakan Rut Mingyu datang dengan tenang, meski terlalu tiba-tiba.
Memang, ia sudah mulai risih sejak pagi tadi. Kerahnya terasa mencekik. Kemejanya gatal di kulit. Sebagaimana serigala di dalamnya meraung protes, ia harus menahan diri untuk tidak merobek bajunya dan berlari kencang mencari tempat sepi, mencakar dan mengamuk di sana.
Dengus geli, meski tidak pada tempatnya, pun keluar dari sang Alpha. “Rupanya yang posesif bukan cuma aku ya?” ringisnya. Dia pun menitikkan air mata dari pelupuknya seperti sang Omega. “Wonu....dengerin aku dulu, Sayang?”
Diusapnya tangis di pipi Wonwoo. Dikecupnya bibir merah itu satu kali sebelum ia memulai ucapannya.
Suara ombak berderu teratur, menciptakan musik alamiah bagi telinga. Pasir sejuk terasa di bawah usapan telapak tangan. Langit berbintang, bersih dari pijar lampu, berkelap-kelip begitu terang, begitu banyak.
Indah.
Indah...
Di balik tirai beludru warna merah darah, Xu Minghao berdiri dengan kedua tangan masuk ke dalam saku. Di balik tirai sebelahnya, terpisah oleh pemandangan miris Alpha-nya yang sedang memeluk Omega dari masa lalunya, terduduk Kim Mingyu. Alpha besar itu memeluk kedua lututnya dan membenamkan wajahnya di sana.
Minghao diam-diam menghela napas.