154.

#soonwoo

“Eh...eh...pemutih baju tuh...yang ini bukan ya? Eh...”

“Lo ngapain?”

Jeon Wonwoo lagi. Males rasanya Soonyoung meladeni, ujung-ujung juga bakal dimarahin. “Nyari pemutih baju,” jawabnya ogah-ogahan.

“Itu Vanish. Beda,” di luar dugaan Soonyoung, Jeon Wonwoo ikut berjongkok di sebelahnya untuk mengambil sebuah botol plastik putih dengan label warna biru. “Ini pemutih baju. Kalo yang lo pegang itu buat baju berwarna. Lo tau kan kalo nyuci baju tuh nggak boleh dicampur yang putih sama yang warna?”

Soonyoung cemberut. Tuh kan. Dimarahin lagi. Enggan memperpanjang masalah, anak Kwon hanya menggeleng lalu mengambil botol tersebut dari tangan Wonwoo.

“Milih apel, nggak tau. Milih ikan, nggak tau. Cara nyuci baju juga nggak tau.”

Aaaahhh...berisik!!

“Iya, iyaaa, gue nggak tau apa-apa! Gue bego. Gue nggak tau cara milih apel. Nggak tau cara milih ikan. Nggak tau bedanya pemutih sama apa ini. Lo yang tau itu semua. Lo hebat. Lo pinter. Gue bego!” tuh, puas kan, Jeon Wonwoo?! Soonyoung puasin megalomania lo! “Makanya kan gue belajar sekarang! Karena gue bego!”

“Nggak...”

Wonwoo menggaruk sisi lehernya. Lalu menaikkan lagi bingkai kacamatanya di batang hidung. Dia membuang pandangan ke arah sebaliknya, enggan bertemu dengan pandangan anak Kwon.

“Lo nggak bego...”

“Jelas-jelas lo tadi bilang gue bego!”

“Iya, sori! Gue nggak, uh, maksud bilang gitu. Dengerin dulu napa sih, gue cuma mau minta maaf! Repot banget ngomong sama lo!”

“Lo yang marah-marah nggak jelas dari awal—hmph.“

Tangan Wonwoo membekap mulut Kwon Soonyoung.

“Diem dulu. Dengerin.”

Lalu, ia menarik napas dalam-dalam, dan hembuskan.

“Sori. Gue nggak harusnya marah-marah ke elo. Lo nggak bego. Bego masalah belanja sih, tapi bukan, eh, bego yang gitu. Intinya, sori.”

“MmmmmmMmMmmMmm—”

“Udah kan? Gue udah minta maaf? Kita impas?”

IMPAS APANYA? EMANG NYONG NGAPAIN LO??

“MMMM!”

“Oh,” mendadak sadar, Wonwoo menarik lagi tangannya itu. “Sori, sori.”

Soonyoung tidak berkata apapun, hanya mengusrek bibirnya dengan punggung tangan.

“Yah, lo emang bego soal pengetahuan umum gini. Makanya ini gue kasih tau, biar lo bisa belajar,” Wonwoo mengacak rambutnya sendiri. Mereka masih berjongkok berdua di depan rak dekat keranjang belanja. “Kalo lo bisa belajar milih ikan yang bagus, bisa tau cara cuci baju, lo bisa idup sendirian. Lo bisa kasih makan badan lo sendiri. Bisa ngurus diri lo sendiri. Nggak perlu bergantung sama siapa-siapa. Masak, nyuci baju, nyetrika, ngepel, bebenah. Basic knowledge to survive.”

Kwon Soonyoung mendongak. Bibirnya membuka. Mata menemukan mata Wonwoo.

“Duit lo nggak akan bisa milihin lo apel yang bagus. Mau kata lo bayar orang buat milihin, bisa aja dia kasih lo apel yang jelek dan lo akan makan itu apel karena lo nggak bisa bedain mana yang bagus dan enggak.”

Bulu mata Soonyoung mengerjap perlahan.

“Makanya,” Wonwoo menunjuk ke arahnya. “Lo belajar.”

Belajar mengurus diri sendiri. Belajar mengetahui hal-hal untuk diri sendiri. Belajar untuk hidup dengan usaha sendiri. Tanpa mengandalkan materi.

Belajar sama Jeon Wonwoo.

Kwon Soonyoung menatap Jeon Wonwoo lagi.

“Tapi lo jangan marah-marah kayak tadi.”

Alangkah kagetnya Soonyoung ketika Jeon Wonwoo meringis.

“Deal.”