130.
Rinai hujan semakin deras di luar.
“Kak...”
Desau napas.
“Don't. Let me tell the story instead.”
narrative writings of thesunmetmoon
Rinai hujan semakin deras di luar.
“Kak...”
Desau napas.
“Don't. Let me tell the story instead.”
Bunyi televisi. Setelah acara berita berlalu, program talkshow entah-apa menyambungnya. Jarum jam di dinding tepat di atas set televisi. Di luar, tetes hujan mulai membentur kaca jendela kamar kost Mingyu.
Pintu kamar terbuka dan keluarlah Kim Mingyu. Kaus hitam pas di badan, celana training hitam, dan handuk bertengger di kepala. Rambutnya kusut masai serta masih basah.
“Udah mesen makanannya, Kak?”
“Sori ya, Kak, berantakan.”
Yang mana adalah kebohongan besar. Mungkin ini kost cowok terapi yang pernah Minghao masuki, tentunya selain tempat tinggalnya sendiri. Tak ada yang serapi dirinya.
Wonwoo bermimpi. Di dalam mimpinya, ia bisa melihat dirinya sendiri, mengguratkan jari-jemari hingga kuku-kukunya patah dan mememarkan darah di tembok yang dingin dan kokoh. Mengemis, memukul, mendorong, namun tembok itu bergeming. Di dalam mimpinya, ia menangis dan menangis.
Dan menangis.
“Lama.”
Soonyoung nyengir. Dia menyelip duduk di samping Jihoon yang tengah menyantap steak untuk makan malam, tentunya dengan dua mangkuk nasi sebagai pengganti kentang. Diremasnya tangan Jihoon di atas meja sebagai gestur memohon ampun.
Soto yang dia minta enak banget. Makan soto memang seharusnya pakai kondimen yang disesuaikan selera. Minghao bersyukur ada beberapa potong jeruk nipis, cabai, sedikit kecap, sedikit garam, irisan daun bawang dan bawang goreng disediakan.
“Mmh...”