Wonwoo mendelik, menemukan sebuah kepala mengintip dari ambang pintunya. Kepala itu berwajah cemas, jelas-jelas menunggu jawaban dari yang ditanya. Wonwoo menghela napas.
Wajah Mingyu tak ayal memerah. Anak itu menunduk, cukup salah tingkah. Ia memainkan ujung bajunya, dengan cemas menanti reaksi sang kekasih. Jeonghan masih memasang paras takjub. Bibirnya membuka dan matanya membelalak. Iya sih, dia ingat kalau dirinya yang bilang sendiri ke Mingyu kalau preferensinya itu switch, alias dia suka menjadi keduanya.
Tidak ada yang Jeonghan benci lebih dari asumsi orang-orang saat melihat wajahnya yang cantik dan tubuhnya yang ramping, lalu menganggap dia sebagai ultimate bottom.
Wonwoo terbangun oleh sentuhan halus di mukanya. Angin sepoi-sepoi membelai rambutnya dari jendela yang dibuka. Harum bunga di bawah siraman sinar mentari pun tercium. Ada suara kuyu seekor kucing, lalu pergerakan di bagian kaki tempat tidur, sebelum kucing itu melungkar, menaruh beban tubuhnya di sisi kaki Wonwoo.
Telapak tangannya lembab. Jantungnya berdentum keras. Hari pertama di kantor baru. Dia duduk bersama beberapa trainee lainnya di ruang meeting utama yang besar. Mereka semua direkrut secara bersamaan untuk posisi yang sama, sebagai MT. Dari awal mereka akan diajari, diolah di semua bidang agar bisa ditempatkan di departemen-departemen yang sesuai. Mungkin setelah satu tahun, Joshua akan ditempatkan di sales, atau di marketing, atau di mana saja sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Sebuah mobil berhenti di depan sekolah di kota lain. Darinya, turun seorang wanita dan seorang pria. Lalu, seorang anak lelaki. Remaja, menuju dewasa muda. Anak itu menatap dua orang lainnya, yang adalah orangtuanya, tepat di mata, lalu pandangannya turun ke sepasang sepatunya. Wajah anak lelaki itu penuh lebam biru bekas pukulan, juga tamparan. Miris melihat anaknya dalam keadaan seperti itu, sang ibu mengelus bahu si anak, air matanya mengancam untuk meleleh menuruni pipi.
Cericip burung menyambut pagi terdengar dari luar jendela Joshua. Matahari jatuh lembut di atas dua tubuh yang berbaring bersama dalam pelukan. Bahkan di dalam tidurnya, Wonwoo nggak melepaskan Joshua sedikit pun.
Mata Joshua membuka perlahan untuk menemukan Wonwoo dengan muka bantalnya, tersenyum malas padanya. Rambut hitamnya berantakan akibat ulah Joshua semalaman. Kacamatanya selamat di nakas samping tempat tidur. Lengannya menjuntai santai dari pinggang Joshua. Suaranya serak dan rendah. Ditimpa cahaya mentari pagi, Wonwoo tampak sangat indah.