Mereka sedang di rumah Wonwoo. Ibunya memasak makan malam dan mengundang Joshua sekeluarga. Sekarang, orangtua mereka masih makan di dalam, sedangkan Wonwoo dan Joshua duduk-duduk di teras belakang. Dari sini, nampak kuburan Nyingnying yang dipenuhi bunga segar dari Joshua. Meski usianya pendek, Joshua harap kucing itu bahagia selama hidupnya.
Tepat pada detik itu, Wonwoo paham apa yang selama ini buku-buku jabarkan saat tokoh utama bertemu dengan soulmate-nya. Tanpa bertukar kabar sama sekali, semenjak WA terakhirnya tidak digubris Joshua dua tahun yang lalu, entah bagaimana bisa dan kenapa, berdirilah sesosok Joshua Hong di ambang pintunya seperti yang sudah-sudah. Seolah tahun-tahun yang hilang dalam hidup mereka nggak pernah ada.
Wonwoo seakan terlempar ke masa dua tahun lalu, ketika Joshua berdiri di ambang pintu depan rumahnya, tersenyum, dengan dua tangan masuk ke saku. Masih casual, walau senyumnya agak letih.
Namun, yang berbeda, ada seseorang di samping Joshua kali ini.
Masih bingung, Wonwoo menjabat tangan cowok itu. Tinggi, badannya besar dan lebar. Lebih besar daripada Wonwoo. Joshua nampak mungil dan ramping di sisinya. Dia pun menoleh ke arah Joshua.
“Temen?”
Joshua menggeleng.
“Cowok gue, Won.”
Dan kalimat itu bagai petir menyambar di siang bolong.
Rasanya aneh. Sumpah. Padahal itu temen lo sendiri yang berdiri di ambang pintu depan. Tetangga sejak kecil yang, kasarnya, udah tau borok-boroknya lo sejak lo bisa mengingat. Tapi, entah gimana, ngeliat Joshua tersenyum ceria padanya, dua tangan masuk ke saku jins dalam outfit gaya casual (hooded jumper, his favorite), Wonwoo ngerasa kalo tenggorokannya kering, seakan nggak ada kata-kata yang dia tau yang bisa dengan tepat mengungkapkan perasaannya saat ini, padahal Wonwoo banyak baca buku dan pemahaman kosakatanya luas.