Part 84

#gyushuaabo

“Anda baik-baik saja?”

Helaan napas panjang adalah jawaban untuk pertanyaan Myungho barusan. Sang Omega duduk di kursi yang disediakan untuk menunggu racikan obat dengan sang Beta berlutut di hadapannya. Ditangkupnya tangan Joshua, menyalurkan kehangatan hati seorang Seo Myungho langsung ke si anak. Aroma Betanya yang penuh wangi pinus membuat beban di perut Joshua mereda sedikit. Ada sesuatu yang menenangkan dari aroma Beta itu, entah apa dan mengapa.

Setelah Myungho dengan geram menarik Joshua keluar, Dokter Jeon pun melayani pasien berikutnya. Dia dudukkan si anak di kursi tunggu, sengaja menutup konter apotek untuk menenangkan sahabatnya itu.

“Saya minta maaf atas perkataan suami saya,” mulainya. “Biarpun dia dokter Anda, tidak seharusnya dia berkata begitu...”

“Dokter Jeon nggak salah,” segera Joshua memvetonya. “Dia benar. Aku...

...selama ini nggak melihat Mingyu sebagai Alpha...”

“Tuan Hong...”

Benar. Joshua selama ini melihat Mingyu seperti anak anjing yang lugu. Disentuh sedikit, langsung malu. Digoda sedikit, gelagapan. Bukan Alpha. Nggak seperti Alpha.

Dokter Jeon melemparkan fakta itu balik ke wajahnya secara terang-terangan.

Kim Mingyu adalah seorang Alpha.

Sebaik apapun. Selembut apapun. Di dalam diri Mingyu, ada serigala Alpha di sana. Duduk diam, menanti di balik rimbun semak dalam kegelapan hutan. Matanya yang kuning siap siaga, memandangi buruannya pelan-pelan mencopot pertahanannya. Dan, ketika Joshua dengan polosnya semakin dan semakin dekat...

“Tuan Hong,” panggilan Myungho menyadarkan Joshua dari lamunan buruknya. “Saya...saya merasa maksud suami saya bukan begitu. Bukan—”

Myungho meneguk ludah.

“Tuan Hong. Saya merasa bahwa Wonwoo ingin Anda menerima Tuan Kim, bagaimanapun dirinya. Bila Anda mencintai Tuan Kim yang lembut, maka Anda juga harus bisa mencintai sosok Alphanya nanti.”

Joshua bungkam. Myungho mengelus tangan dalam tangkupannya.

“Pernikahan itu tidak semudah mengucap janji dan memiliki anak, Tuan... Bagaimanapun, dua orang yang dibesarkan secara berbeda, membawa beban dan kekurangannya masing-masing, dipersatukan tiba-tiba menjadi keluarga, tentu akan menimbulkan berbagai masalah.

Menikah itu tidak hanya bahagianya saja. Ada pertengkaran, faktor ekonomi, salah paham, godaan dari luar, egoisme dan banyak hal lainnya, di balik semua cerita cinta yang indah-indah itu. Belum lagi selisih idealisme masing-masing...”

“Apa kamu sama Dokter Jeon pernah berantem, Myungho?”

Sang Beta tersenyum lemah. “Tentu saja,” jawabnya. “Kami bertengkar sesering kami bermesraan. Saya dan Wonwoo sepakat untuk selalu membicarakan masalah di antara kami secara baik-baik, tapi itu adalah teori. Pada prakteknya, kami masih suka menyembunyikan masalah yang kami rasa tidak terlalu penting untuk dibagi, walau masalah itu rupanya menggunung tanpa kami sadari.”

“Terus...?”

“Pada akhirnya, kami bertengkar hebat. Tapi, Wonwoo kemudian mengalah dan memohon pengampunan saya, walau saya juga sebenarnya salah. Dia memeluk saya, membisikkan penyesalan dan perasaannya pada saya. Mengingatkan, bahwa kami menikah karena kami menghargai satu sama lain.

Dan itulah yang terpenting bagi kami.”

Joshua menunduk. Dia memandangi tangannya dan tangan Myungho.

”...Bukannya cinta, ya, jawaban semua masalah pernikahan?”

Myungho lalu menggeleng.

“Tuan Hong, suatu hari, cinta itu akan padam. Anda akan terbangun dengan Tuan Kim di sisi Anda dan bertanya-tanya mengapa Anda menikahinya,” suara sang Beta terdengar lembut dan menenangkan. “Sisi-sisi buruk yang selama ini Anda tidak ketahui akan muncul setelah menikah nanti. Alpha Tuan Kim, yang Anda sekarang belum kenal, juga akan muncul kemudian.”

Rahang Joshua menegang.

“Anda akan melihat Tuan Kim dalam sifat asli Alphanya dan Anda akan bertanya pada diri Anda sendiri: mengapa Anda menikahinya?”

(“Lebih dari apapun, saya tidak ingin Anda menyesal karena telah memilih saya.”)

Terngiang di telinganya, perkataan Mingyu siang itu.

(“Lebih baik saya memiliki hanya separuh hati daripada Anda menderita setiap hari karena menikahi saya.”)

”...,” Joshua menelan ludah lagi dengan susah payah. “...Mmm, kalo bukan cinta, jadi jawabannya apa?”

“Cinta itu tetap ada, Tuan, tapi semakin Anda menua, Anda akan mulai menghormati pasangan Anda melebihi cinta itu sendiri,” sang Beta tersenyum lebar. “Seperti sahabat. Pasangan Anda akan menjadi sahabat terbaik Anda.

Beritahu saya, Tuan Hong, apakah Anda merasa nyaman bersama Tuan Kim selama ini?”

Joshua memikirkan sejenak, mengingat semua kejadian yang melibatkan dirinya dan Mingyu. Kemudian, dia mengangguk.

“Bila Tuan Kim marah pada Anda, apakah Anda akan membencinya?”

“Tergantung. Karena apa dulu?”

“Karena Anda pergi tanpa memberitahunya dan Anda telat pulang.”

“Itu sih marah karena dia cemas,” kekeh Joshua. “Nggak, aku nggak akan membencinya karena itu.”

“Baik. Lalu, bagaimana jika Tuan Kim marah karena Anda akrab dengan Alpha lain? Bagaimana jika Alpha Tuan Kim menunjukkan keposesifannya pada Anda, bahkan mungkin agak kelewat batas?”

Kali ini, si anak merengut. Jelas dia nggak senang dan nggak ingin membayangkan Mingyu mengekang lajunya. Dia adalah insan yang bebas, yang akan berjalan ke mana hatinya kehendaki. Mendadak, dia ingat ucapan Mingyu nun jauh di sana.

Joshua menatap Myungho dan menggeleng.

“Mingyu bilang padaku kalo dia ingin menjadi tempatku pulang tiap aku capek bertualang,” si anak menyengir lebar. “Aku percaya sama Mingyu, Myungho. Kalo Alphanya mengambil alih, maka dia bakal berusaha mengambil alih kembali.”

Bola mata Myungho melebar.

“Aku paham maksud kamu. Paham juga maksud Dokter Jeon,” digamitnya tangan hangat sang Beta. “Aku akan berusaha pelan-pelan melihat Mingyu sebagai Alpha. Dokter Jeon benar, aku memang punya pengalaman buruk dengan Alpha. Tapi Mingyu membuatku pingin memahami gender yang paling kubenci itu.”

Dalam dadanya, gundah gulana yang sempat berdesir perlahan terangkat, bagai cerah setelah kabut membayang. Joshua nggak tau apa yang ada di hadapannya. Mingyu juga, dia rasa, nggak bisa 100% mempercayai dirinya sendiri untuk menjaga Joshua dari Alphanya.

Nggak apa-apa.

“Kalo dasar pernikahan kalian adalah saling menghargai, maka dasar pernikahanku sama Mingyu nanti adalah saling percaya. Aku percaya sama Alphaku, Myungho. Dia bilang dia nggak akan nyakitin aku, dia bilang dia mau menjadi tempatku berpijak saat aku menari mengarungi hidup, dan aku percaya sama dia.”

“Oh...”

Berbalik, anginnya. Sang Omega mencerah, bertumbuh dengan indahnya di depan mata sang Beta. Omega yang dahulu dengan ragu bertanya padanya apakah ini tempat praktek suaminya.

Omega itu, perlahan, bertumbuh dewasa.

“Tapi aku masih nggak paham banyak hal. Nanti jadi mentorku, mau ya, Myungho? Soal—ehh—nyenengin suami dan sejenis itu...k-kalo aku nggak bisa omongin sama Mingyu, maksudku—”

Lantas, Myungho tertawa. “Saya rasa suami saya lebih ahli mengenai kebutuhan biologis,” wajah Joshua memerah lebih dalam lagi. “Tapi, baik, saya akan membantu sebisa mungkin.”

“Kamu juga.”

“Eh?”

“Kalo berantem sama Dokter Jeon, cerita aja sama aku. Ntar kita misuhin suami kamu bareng-bareng.”

Kedipan sebelah mata. Myungho pun tertawa lagi.

Nggak apa-apa.

Pasangan itu punya dua pasang tangan dan kaki buat berjalan bersama, bukan sendiri-sendiri.