Part 68

#gyushuaabo

Kondisi Nyonya Hong cukup mengenaskan. Wanita itu sama kacaunya dengan Tuan Kim. Uraian rambut menghiasi wajah cantiknya yang lelah, telah lepas dari tatanan yang biasanya anggun. Jejak air mata nampak kentara di pipinya, serta bekas cakaran memerah di kulit.

Tuan Seo bergegas mendekat untuk mengecek dan mengobati sebisa mungkin, namun Nyonya Hong mendahuluinya.

“Saya nanti saja,” suaranya getir oleh permohonan. “Tolong putra saya dulu...dia di atas, di kamarnya...”

Meski ragu untuk meninggalkan wanita Beta itu dalam kondisinya sekarang, Tuan Seo tak ayal menurut. Lebih cepat mereka menetralkan sumber kegaduhan, lebih baik.

Di kaki tangga, sang Beta mempersiapkan hati. Terus terang, ia dan suaminya selalu terombang-ambing dalam dilema acapkali keadaan darurat seperti ini muncul ke permukaan, namun karena tuntutan profesi, merekalah yang harus bertindak. Meski mereka hanya manusia biasa yang memiliki ketidaknyamanan akan hal-hal tertentu, tapi sebagai individu-individu yang lebih paham mengenai medis, mau tak mau mereka harus berada di garis depan.

Dokter Jeon kerap menahan Tuan Seo. Bagaimanapun, suaminya itu bukanlah dokter. Ia tidak memiliki kewajiban yang sama dengannya. Tetapi, Tuan Seo ingin membantu suaminya. Tekadnya tidak kalah kuat. Tuan Seo melakukan semua ini demi suaminya dan Dokter Jeon tidak mampu berkata apa-apa.

Mengingat suaminya, hatinya sedikit lebih tenang. Apapun yang terjadi setelah ini, ia tahu bahwa suaminya akan membuat semua kembali normal seperti sedia kala, bagaimanapun caranya.

Ia mempercayai suaminya.

Maka, dengan dagu terangkat dan hati lebih tegar, ia mulai menapaki anak tangga, satu demi satu. Tiap langkah diambil, semakin berat lah bau feromon yang masuk ke indra penciumannya.

Saat ia akhirnya sampai dan kunci yang menggantung di pintu ia putar, seketika, aliran feromon semanis sirup gula batu dan sepekat tar melandanya bak air bah. Keringat dingin menuruni tengkuk Tuan Seo. Tangannya di gagang pintu pun gemetaran, sebelum ia teringat untuk segera mengunci lagi pintu tersebut. Jantungnya berdebar tidak karuan. Tenggorokannya begitu kering hingga ia berkali-kali menelan ludah.

Feromon estrus macam apa ini...

Bahkan Beta sepertinya terpengaruh sedemikian rupa...

Selembar sapu tangan menutupi hidung tidaklah cukup untuk menghalau bau feromon tersebut. Ia tidak berani membayangkan seberapa kuat Tuan Kim menahan dirinya kala mencium wangi seberat ini.

“A-ah-Al-Alpha—”

Tegukan ludah. Saat Tuan Seo perlahan mendekat, seorang Omega berbalut selembar kemeja yang terbuka, kusut masai di atas kulit putihnya yang basah oleh keringat, menangis dan mengiba. Tangan menghilang di antara kedua pahanya. Yang satu lagi menggamit erat salah satu dari begitu banyak syal yang menjadi tempat ia berbaring. Dihirupnya syal tersebut bagai mencari oksigen yang dibutuhkan.

“Mm...,” Tuan Hong mengendusi syal itu, lalu menjilatnya. Liur membasahi syal berwarna merah marun yang sama kusutnya itu. “Al—

Mingyu...”

Sang Omega merintih. Rintihannya terdengar lantang dan amat memilukan, membuat Tuan Seo sendiri hampir ikut menangis.

“Mingyu, Mingyu, Mingyu....”

Sebelum ia sepenuhnya terkontaminasi oleh feromon Tuan Hong, Tuan Seo menaruh tas dokter yang dibawanya dan segera mencari obat yang ia butuhkan. Di dasar tas, ia menemukan sebuah botol kecil dari kaca berisikan likuid tanpa warna. Penenang. Obat pengendali estrus. Untuk Alpha, cara terbaik adalah menyuntik mereka, karena estrus Alpha cenderung agresif dan sedikit banyak melibatkan kekerasan.

Sedangkan untuk Omega...

“Tuan Hong.”

“Ming—ngh—Mingyu...”

Tuan Seo menangkup pipi Tuan Hong. Pipi yang memerah panas oleh air mata yang turun tanpa henti. Tangan Tuan Seo terasa sejuk di kulitnya, membuat Tuan Hong spontan mengusrek tangan itu. Sebuah senyuman kecil pun tersungging di wajah Tuan Seo.

“Mmh...”

“Omega baik...Omega yang baik...”

Tuan Seo mengelusi pipi dan bagian bawah rahang Tuan Hong. Sang Omega mendengkur senang. Kesakitannya akan hasrat bersetubuh yang tidak kunjung terpenuhi pun terangkat sedikit karena ia dimanja oleh tangan sejuk itu.

“Mm—Gyu—”

“Maafkan saya,” Tuan Seo menatap Tuan Hong. Mata sang Omega telah kehilangan fokusnya. “Saya bukan Tuan Kim, tapi saya harus melakukan ini demi Anda.”

Berkata begitu, sang Beta pun membuka gabus tutup botol, memasukkan obat cair tersebut ke mulutnya lalu menyatukan bibirnya dengan bibir sang Omega.

Meminumkannya.