Part 64

#gyushuaabo

“Joshua?”

Kaget, anak itu menoleh. Seketika itu juga, napasnya tertahan.

”...Mingyu?”

P-padahal baru juga dipikirin...

Alpha itu tanpa tahu-menahu pun tersenyum. “Sudah lama sekali rasanya,” akunya sambil tersipu. Jujur, dia senang sekali bertemu sang Omega seperti ini.

Joshua memandanginya. Benar-benar memandanginya. Rambutnya agak acak-acakkan. Pakaiannya kurang rapi. Less formal, bahkan, dengan jas yang ditanggalkan, hanya berbalut kemeja putih yang menonjolkan dadanya yang kokoh dan lengan kemeja yang digulung pada lengannya yang besar dan berotot—

—tunggu, tadi Joshua mikir apa??

Anak itu menggeleng cepat-cepat. Pipinya merona hebat. Mingyu, yang bingung, berkedip satu kali sebelum bertanya, “Joshua? Anda tidak apa-apa?”

“Kamu ke mana?!”

Mendadak, Omega itu berteriak, mengagetkan sang Alpha dan orang-orang di sekitar mereka. Joshua sengaja, sebenarnya, demi menyembunyikan rasa malu dan debaran jantung yang nggak menentu.

“Dua minggu! Nggak ada kabar selama dua minggu! Aku nungguin kamu, tau!”

“S-s-saya-”

“Kalo emang kamu nggak mau ketemu aku lagi, kalo udah bosen, kamu mestinya bilang ke aku—”

Diputus, kalimat yang merentet keluar, oleh jari-jemari Mingyu pada bibirnya.

”...Tolong jangan diteruskan,” saat Joshua mendongak menatapnya, mata Mingyu menyorot sedih. “Bukan itu alasan saya. Sama sekali bukan itu.” Diusapnya bibir Joshua dengan ibu jari dan telunjuk. “Saya sengaja menghilang dari Anda karena saya perlu waktu sendiri. Hanya itu.”

“Mingyu...”

“Cinta saya pada Anda tidak akan berubah.”

Deg.

Rasanya ada yang beda. Tatapan Alpha itu nggak seperti biasanya. Apalagi, sentuhan di bibir Joshua nggak kunjung berhenti. Jika ini Mingyu yang dia kenal, Alpha itu akan langsung menarik tangannya...bukan, dia bahkan nggak akan menyentuhnya sejak awal. Mingyu yang sekarang ini...

...seperti Alpha.

Dan, persis saat itu, Joshua mengendusnya. Feromon Alpha. Hanya sisa-sisa, tapi biasanya Mingyu nggak berbau apa-apa. Alpha itu pandai dan apik dalam menyembunyikan feromonnya, karena Alpha yang mengumbarnya di luar kebutuhan melindungi dianggap melanggar tata krama oleh masyarakat. Belum selesai Joshua keheranan mengapa Mingyu mengeluarkan feromonnya saat ini, di sisi jalan dalam kondisi ramai, kini dia makin keheranan karena feromon Mingyu beda.

Maksudnya, masih sama, tapi...beda. Lebih pekat. Lebih kuat. Sekali hirupan membuat Joshua membelalak. Mulutnya langsung terasa kering, karena cairan tubuhnya meleleh dari pori-pori kulitnya.

Deg!

Kemudian, Joshua merasakannya.

(“Kalau Anda merasa demam sedikit saja, atau keringatan banyak walau tidak melakukan aktivitas berat, atau ada sakit di perut Anda, atau merasa—maaf—dubur Anda basah—”)

Anak itu memejamkan mata erat-erat, mati-matian menahan erangan. Dentum jantungnya semakin nggak menentu. Keringat bercucuran, turun deras membasahi sisi kening dan lehernya. Wajah, tengkuk, tubuhnya di balik pakaian perlahan memerah. Napasnya memendek. Dan, kekang akan feromonnya dengan cepat melemah.

“Joshua...?” terhenyak akan kondisi Joshua yang mendadak nampak kesakitan, Mingyu menarik tangannya dari bibir sang Omega dan langsung menyambar kedua bahunya. “Joshua?! Kenapa?! Apa yang Anda—”

Feromon. Feromon menusuk hidungnya.

...Oh, Tuhan.

Joshua nggak bisa dibiarkan di sini. Orang-orang di sekitar mereka masih menontoni mereka. Sebentar lagi, feromon sang Omega akan meledak dan...

Kekacauan. Mingyu bisa melihatnya sejak sekarang. Bertindak cepat, Alpha itu meminta maaf pada Joshua dan, sebelum si anak memahami arti kata maaf itu, Mingyu sudah mengangkatnya dalam gendongan dan membawanya pergi dari situ.