Part 62

#gyushuaabo

Satu minggu berlalu sejak Joshua menemui Dokter Jeon dan dua minggu berlalu sejak Joshua terakhir melihat Mingyu.

Pengobatannya sendiri tergolong lancar tanpa kendala. Meski Joshua enggan menceritakan penyebabnya, dokter itu juga nggak memaksanya dan langsung memberikan solusi. Menurut diagnosa yang bersangkutan, mungkin Omega Joshua masih merasa nggak aman di lingkungan baru, sehingga belum bisa memasuki masa estrus dimana ia akan berada dalam kondisi paling rentan. Bagaimanapun, insting serigala dalam tubuh mereka masing-masing bisa mengambil alih bila manusianya nggak kuat mengekang mereka.

“Tapi, terlalu kuat juga tidak baik,” ucap Dokter Jeon sambil tersenyum simpul, membuat si anak bingung. “Karena, pada akhirnya, serigala kita adalah kita sendiri. Bukan siapa yang mengekang siapa, tapi bagaimana kita saling berdamai dan mengerti akan kondisi serigala kita. Mereka hanya ingin yang terbaik bagi tubuh manusianya.”

Joshua rasanya paham, tapi juga nggak paham. Soalnya, Dokter Jeon seolah membicarakan mengenai orang lain. Dia pun cuma mengangguk saja sebagai jawaban.

Namun, Dokter Jeon kemudian menanyakan apakah Joshua bakal melewati estrusnya, pas datang nanti, bersama Tuan Kim. Mendengar nama Mingyu disebut, anak itu langsung merona dari wajah hingga leher, lalu menggeleng penuh kepanikan.

“Kenapa?” Dokter Jeon malah heran. “Ketika datang masa estrus Anda nanti, feromon Anda akan menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya. Ini sudah bulan kesepuluh semenjak Anda tiba di negara ini. Masa estrus adalah enam bulan sekali. Sudah lewat empat bulan dari periode seharusnya. Anda akan membutuhkan seseorang untuk membantu Anda. Bila tidak, akan sangat sakit sekali.”

Joshua menunduk. Dia pertama kali mengetahui dirinya Omega ketika berusia 15 dari hasil tes laboratorium. Lalu, estrus pertamanya datang ketika ia berusia 16, tepat ketika lelaki itu menyerangnya. Hanya itu momen estrus yang dia alamin sebelumnya.

“Aku cuma sekali ngalamin estrus. Itu pun nggak berjalan baik,” anak itu kelihatan gelisah. “Traumatis, kalo mau disebut begitu.”

Dokter Jeon mengangguk-angguk. “Itu juga bisa jadi penyebabnya,” dia menyetujui. “Omega Anda—atau Anda—memiliki ingatan buruk akan estrus, sehingga takut mengalaminya lagi.”

Kejadian itu membuatnya membenci Alpha. Prejudis, sampai Mingyu datang. Joshua nggak bakal heran kalau dirinya juga trauma dan enggan memasuki masa estrusnya.

Tapi...

“Tapi, tubuh Anda,” Dokter Jeon seperti bisa membaca pemikiran anak itu. “Kebutuhan biologis Anda tidak akan bisa lama-lama ditahan. Sebentar lagi tubuh Anda akan mencapai batas dan Anda perlu membicarakannya dengan Tuan Kim.”

Nggak ada hal yang bisa dia bantah, Joshua cuma mengangguk. Dia jelas nggak mau ada campur tangan Alpha—Mingyu sekalipun—ketika masa estrusnya tiba nanti. Lebih baik dia menderita satu minggu sendirian daripada menyerahkan dirinya dalam kondisi paling lemah ke tangan Alpha. Namun, dia juga nggak mau ngebiarin Mingyu dalam gelap, nggak tahu-menahu akan kondisinya. Dia harus bicara dengan Mingyu supaya Alpha itu paham dan membiarkannya melewati masa estrus sendirian.

Pengobatan yang diresepkan Dokter Jeon dan diracik oleh Tuan Seo adalah untuk menetralkan kondisi biologisnya agar serigalanya bisa rileks dan estrusnya bisa keluar secara alamiah. Selama seminggu, Joshua mengonsumsinya. Rasanya tubuhnya jadi lebih segar. Dia juga diminta memberitahu ibunya, mulai menyetok makanan seperti buah-buahan segar, banyak minum air putih dan menggerakkan badan lebih sering. Kena banyak sinar matahari dan menghirup udara segar di taman kota pun akan baik bagi serigalanya. Bila serigalanya merasa aman dan nyaman, mengetahui nggak ada ancaman lagi, estrusnya mungkin bakal segera mulai.

Dalam konsultasinya tadi dengan Dokter Jeon untuk mengecek kondisinya setelah menghabiskan obat, dokter itu berkata bahwa Joshua berjalan ke arah yang benar. Mungkin dalam minggu besok atau minggu depan, estrusnya akan muncul. Dia diwanti-wanti untuk tetap menjalankan pola hidup sehat seperti sebelumnya, tapi nggak perlu mengonsumsi obat-obatan lagi.

“Kalau Anda merasa demam sedikit saja, atau keringatan banyak walau tidak melakukan aktivitas berat, atau ada sakit di perut Anda, atau merasa—maaf—dubur Anda basah, langsung kembali ke rumah Anda atau tempat tertutup lainnya,” dokter itu menatapnya dengan mimik serius. “Jangan berada di ruang publik. Jika Anda bersikeras melewatinya sendirian, jangan ada Beta atau Alpha di sekitar Anda. Kunci pintu dan jendela Anda. Akan lebih baik jika Anda menyiapkan buah, makanan siap saji atau tahan lama, dan banyak air putih di kamar Anda. Saya tak bisa jamin estrus Anda akan selesai dalam seminggu, apalagi di bawah itu.”

Joshua tanpa sadar meneguk ludah. Sepertinya estrusnya akan benar-benar kuat jika medik saja menyarankan isolasi erat begitu.

“Itu saja dari saya. Jika Anda ada keluhan, bisa datang saja ke sini. Atau, bila datang tidak memungkinkan, Anda bisa menelepon kami. Myungho akan memberikan nomor kami ke Anda.”

Setelah menerima nomor yang dimaksud dari Tuan Seo, Joshua pun pamit dengan diantar pasangan suami tersebut. Pikiran anak itu masih penuh dengan ucapan Dokter Jeon, sehingga dia baru sadar kalau sudah berjalan ngalor-ngidul pas perutnya keroncongan. Dia berjalan lagi beberapa langkah sebelum harum saus tomat segar yang sedang dihangatkan menarik kakinya.

Harum itu berasal dari restoran pasta.

Air liurnya mendadak terbit, apalagi setelah melihat menu istimewa mereka untuk makan siang itu. Joshua pun masuk dengan iringan bel di pintu dan ucapan selamat datang.