Part 39

#gyushuaabo

Tik, tok, tik, tok.

Bunyi jarum jam belaka yang menemani kedua insan yang terduduk diam dalam kesendirian. Api perapian merefleksikan bayangan dari benda-benda di sekitarnya. Pipi Joshua masih memerah, dan, saat dia melirik diam-diam, mencuri pandang, dilihatnya pipi Tuan Kim sama merahnya.

Alpha aneh, batin Joshua.

Belum pernah sepanjang hidupnya (meski masih seumur jagung) dia ketemu sama Alpha model begini. Alpha yang familier baginya adalah mereka yang sombong, yang berjalan dengan dagu terangkat menantang langit. Pusat perhatian adalah mereka. Penggerak roda kehidupan adalah mereka. Para Alpha percaya bahwa diri mereka yang berhak menguasai seluruh dunia, lengkap dengan Beta dan Omega di dalamnya. Bahwa mereka adalah satu-satunya pemegang darah murni yang superior terhadap kaum lainnya.

Megalomania.

Bila Beta dan Omega harus mati demi Alpha, maka itu adalah kehormatan bagi mereka.

Kaum sakit.

Joshua benci Alpha. Benci, hingga ke sumsum tulang belakangnya. Mereka yang nggak merasakan, yang nggak pernah terlahir sebagai Omega dan hidup sebagai darah yang dipandang paling hina di dunia ethnosentris macam itu, nggak akan pernah bisa paham mengapa dirinya benci pada Alpha. Mereka nggak pernah melihat kekejaman para Alpha terhadap Omega yang Joshua temui sehari-hari di negara tempatnya lahir dan tumbuh.

Kebencian yang, Joshua pikir, nggak akan pernah surut, nggak peduli Alpha macam apa yang datang ke dalam hidupnya, karena dia yakin kalau semua Alpha cuma punya satu tujuan untuk mengklaim Omega: bayi.

Buat Alpha, Omega nggak lebih berharga daripada sapi ternak. Objek gratifikasi dalam otak paling rusak dan pencetak bayi-bayi Alpha yang, nantinya, akan tumbuh menjadi penerus darah superior mereka. Kualitas Omega diukur dari apa yang ada di antara paha mereka dan seberapa subur rahimnya. That's it.

Begitulah kenyataan pahit hidup yang Joshua ketahui. Makanya, saat bertemu Kim Mingyu pertama kali, betapa takutnya dia. Betapa paniknya. Berdua di balkon bersama Alpha asing, Joshua bisa diterkam secara harfiah.

Tapi...

Tuan Kim, akhirnya menyadari kalau Joshua sedari tadi memperhatikannya, merona makin dalam. Dia tersenyum salah tingkah, membuat jantung Joshua berdegup kencang.

Alpha ini...

”...Tuan Kim.”

“Y-ya?”

“Kamu yakin kamu Alpha?”

”...Hah?” kerjapan mata. “Emm, tapi saya benar seorang Alpha...?” Dia nampak kebingungan, nggak bisa menebak arah obrolan ini.

“Kalo emang kamu Alpha,” Joshua mendongak. Tatap mereka bersirobok. “Keluarin.”

“Keluar......,”

Hening.

Masih hening.

Kemudian, ketika pemahaman melesap, Kim Mingyu makin memerah saja seluruh wajahnya. Meski di luar bersalju, peluh turun di sisi keningnya.

“A-a-ap—T-Tuan Hong???” kelabakan. “M-maksud Anda apa yang dike-ke-ke—”

“Ah,” seolah baru sadar betapa ambigu perintahnya sebelumnya, Joshua mengibaskan tangan dengan santai. “Sori, sori. Maksudku bukan yang itu, tapi feromon kamu.”

Mendengar ini, Tuan Kim terhenyak.

“Feromon...saya?”

“Hmm,” Joshua mengangguk. “Kata Mama, kamu yang gendong aku malam itu ke kamar.”

“Ah...,” Tuan Kim membenarkan. “Memang itu saya, tapi...”

“Kalo gitu, keluarin feromon kamu,” paksa anak itu, makin ngotot. Lagi-lagi dia maju mendekat. Tuan Kim mengecil dan kian mengecil, terpojok bagai kelinci di sarang rubah. “Aku mau cium. Keluarin.”

Sebagai anak angkat keluarga raja, Kim Mingyu pernah menghadapi berbagai macam tuduhan, dari pencurian hingga pembunuhan, oleh orang-orang yang tidak sudi ada darah buruk di antara mereka. Namun, belum pernah ia merasa setidak berdaya saat ini, ketika ada Omega kecil yang memasuki zona personalnya dan menuntut agar dia melepaskan kekang feromonnya.

”...,” nggak kunjung dituruti, Joshua merengut ngambek. “Kamu nggak mau ngabulin permintaanku?”

“Tuan Hong,” Tuan Kim berusaha berpikir dengan logika. “Saya rasa tidak bijak kalau Alpha dan Omega mengeluarkan feromon di ruang tertutup macam—”

Lidah Tuan Kim langsung kelu. Pasalnya, Joshua melebarkan kerah kaus yang dia pakai dan, dari lehernya, langsung tercium wangi kayu manis dan mentega. Wangi gula dengan rempah-rempah. Kuat. Sangat kuat, oleh jarak mereka yang begitu dekat. Omega itu sama sekali nggak menahan feromonnya, seperti di pesta dansa kerajaan kemarin.

Bagian dalam mulut Tuan Kim jadi berair dan dia meneguk ludah berkali-kali.

“T-Tuan Hong, tolong jangan—”

Tangan Joshua menyentuh kelenjar feromon Tuan Kim. Alpha itu menyentakkan napas kencang.

“Keluarin.”

Perintah, dan bersamaan dengan itu, jemari Joshua menekan bagian leher Tuan Kim yang itu.