53.
Wen Junhui...?
Wonwoo tidak tahu. Tidak kenal. Sama sekali tidak ingat pernah melihat wajah itu. Lagipula, ia baru melihat makhluk halus semenjak mereka pindah ke desa ini. Sebelumnya...tidak, tidak ada ingatan serupa.
Ia menoleh. Kembali sendirian, dengan sang rubah entah menghilang ke mana. Rasanya angin semakin dingin. Ia baru sadar kalau langit menggelap. Bebungaan yang mengelilinginya bersinar lemah, menciptakan penerangan samar-samar di sekeliling anak itu. Sepertinya konsep waktu masih ada di dunia ini, walau membingungkan Wonwoo karena ia sempat pingsan ketika diambil. Perutnya terasa nyeri. Ia kembali haus. Pun, kulitnya terasa lengket, ia perlu mandi.
“Jeon Wonwoo,” sang rubah datang tiba-tiba, seperti yang sudah-sudah, kini dengan makanan di tangan. “Aku tadi minta temanku bawain sesajen ke kuil rubah. Ini ada onigiri dan gorengan. Katanya, cuma ini yang bisa dia beli pake uang manusia yang dia punya.”
Ada keinginan untuk bertanya siapa teman yang dimaksud, namun perutnya berkata sebaliknya. Berbeda dengan sebelumnya, ia langsung menyambar dan memakan semuanya dengan lahap. Ia sudah tak peduli apakah makanan itu makanan sesajen atau diguna-guna sekalipun. Jeon Wonwoo lapar sekali.
Sang rubah terus tersenyum selama Wonwoo makan. Kuping di atas kepalanya bergerak-gerak, begitu juga dengan ekornya yang terus menyibak tanah. Ia nampak senang karena pengantinnya akhirnya mau makan. Senyuman itu membuat Wonwoo perlahan kesal, tetapi ia harus menelan kekesalan itu bersama dengan butir-butir nasi. Ketergantungan. Oh, ia benci sekali menjadi seperti ini.
“Gimana? Enak?” tanya sang rubah saat Wonwoo menelan potongan gorengan terakhir.
Alih-alih menjawab, lelaki itu balik bertanya, “Air. Saya haus.”
“Kalo kamu mau ngomong biasa aja ke aku, nanti kubawa ke sumber airku.”
Diam.
“Jangan pake saya. Aku nggak suka. Aku bukan makhluk asing. Aku kangen Wonu kecil yang dulu.”
Masih diam.
“Hmm?” kuping rubahnya bergerak-gerak lagi.
“Kamu makhluk asing buat saya. Dan saya bukan dan nggak akan pernah jadi pengantin kamu,” tegasnya.
Soal keras kepala, Wonwoo takkan kalah.
Sang rubah menghela napas. Usahanya masih gagal, rupanya. Ia kemudian berdiri dan berbalik, menyerah pada kepala batu pengantinnya. “Ayo ikut,” ajaknya. “Kamu bisa minum banyak-banyak. Mandi pun bisa.”
Mandi. Wonwoo butuh itu.