51.

#gyuhaooffice

“Pagi.”

“Pagiiiii~“

“Pagi, Mas Hao.”

“Pagi,” Minghao menunduk sopan sambil berjalan ke mejanya. Jam 8 pas sudah sampai seperti seharusnya. Sebagai karyawan, dia tergolong karyawan teladan yang tidak pernah terlambat satu kali pun, bahkan setelah memasuki tahun kelimanya di perusahaan ini. Meja kerjanya pun selalu tertata apik dengan sistem labeling yang teratur.

Andai temperamennya tidak tegangan tinggi, Minghao mungkin sudah menjadi anak kesayangan departemen Jeonghan.

Mendekati mejanya, Minghao menyipitkan mata. Ada sesuatu lagi di mejanya. Kali ini bukan bungkusan paper wrap putih polos, melainkan satu gelas kertas bergerigi lengkap dengan tutup tersemat, pengaduk plastik, satu sachet gula, serta satu bungkus kantung teh. Tidak hanya itu, sepotong kue kering bertabur chocolate chip dibungkus rapi ditaruh di samping gelas tersebut.

Dahi Minghao mengernyit lagi. Sebuah deja-vu yang kuat. Lagi, dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Masih nihil. Semua sibuk dengan urusan pagi masing-masing, menghidupkan komputer, mengobrol, maupun sarapan. Sebelahnya masih kosong. Minghao mengangkat alis. Ini sudah hari...ketiga? Keempat? Bangku sebelahnya kosong.

Si brengsek itu nggak takut dipecat apa ya?

“Bang Minki.”

“Hmm?”

“Ini siapa ya yang naroh teh di meja gue?”

Yang ditanya, dengan ekspresi datar, mengangkat bahunya santai. Aneh. Sungguh aneh.

Minghao membuka tutupnya dan menemukan, tentu saja, air panas. Diendusnya. Tidak berbau. Tidak keruh. Tidak ada yang mencurigakan. Lalu ia menginspeksi kantung tehnya. Jasmine green tea. Twinnings.

Huh.

Tak mengindahkan sachet gula, ia membuka kertas pembungkus tehnya lalu ia masukkan ke dalam air. Perlahan, warna berubah. Wangi menguar. Wangi bunga yang menenangkan jiwa. Sambil menunggu tehnya terseduh sempurna, Minghao membuka bungkus kuenya, sudah tidak lagi terlalu waspada seperti sebelumnya.

Satu gigitan.

Satu gigitan.

And he is sold.

Enak. Enak banget. Di luar dugaan Minghao, kue keringnya tidak terlalu manis. Biasanya chocolate chip cookies kemanisan untuk seleranya, namun yang ini tidak begitu. Manis samar-samar, wangi brown sugar, teksturnya renyah dan kering, tapi pas digigit, lumer di lidah.

Terpaku, ia, sejenak, sebelum gigitan-gigitan lebih berhasrat datang kemudian. Minghao suka pakaian bagus, fotografi, wine tua, dan makanan enak. Ia menghargai makanan, apalagi yang enak. Sudah tinggal dua gigit lagi ketika Minghao berhenti, mengaduk tehnya, lalu meneguknya. Hangat. Mengalir di sekujur tubuhnya. Pipinya agak memerah.

Pagi yang menyenangkan...

Minghao membuka mulut, mau menggigit lagi sisa kuenya, saat ia sadar ada sepasang mata memandanginya. Dengan dagu ditumpu sebelah tangan, senyum terkembang, pandangan mata lembut, dan lebam biru bekas tonjokan jelas terpampang di wajahnya. Duduk dengan tenang di sampingnya.

Kim Mingyu.