41.
Ujung lengan baju Mingyu.
Jins Minghao.
Di suatu momen, angin itu bahkan mengiris sedikit kulit lengan atas Mingyu. Minghao bersalto ke belakang, membiarkan angin tersebut membelah batang pohon alih-alih tubuhnya. Ia kemudian menoleh pada Mingyu dengan raut cemas, darah merembes di kain baju Mingyu, namun siluman anjing itu mengusirnya sesegera mungkin karena Soonyoung bukanlah makhluk sebaik itu ketika adrenalinnya tengah memuncak.
Mereka kemudian memutuskan untuk berpencar di suatu persimpangan jalan. Suara kumbang musim panas yang menemplok di batang pohon amat kontras dengan keadaan mereka saat ini, yang terengah-engah bersimbah keringat dan bercak darah. Minghao menggunakan tubuhnya yang ringan untuk berlari di atas tembok pagar rumah penduduk desa, lalu meloncat dari atap ke atap, menghindar dengan akrobatis ketika angin tajam dihela lagi.
Mingyu memilih untuk menggunakan objek-objek seperti boks telepon umum ataupun tiang listrik sebagai pelindung. Ia mengintip melalui tembok, lalu mengendap-endap ketika dipantaunya aman.
“GYU, AWAS!”
Dia luput melihat sisi samping di titik buta pandangannya, dimana angin tajam dengan cepat berhembus ke arahnya dan Soonyoung tertawa kencang.
”!!'
CRASSS!
Darah.
Banyak darah.
Sakit, sakit....
...nggak sakit?
Saat ia membuka mata, Minghao tengah memeluknya. Di punggungnya terdapat luka menganga lebar. Darah berjatuhan ke jalanan aspal yang mereka pijak. Mangkuk di kepala Minghao telah jatuh dan pecah, membuat airnya bercampur dengan darah kental.
”! Hao??!” tanpa sadar, Mingyu menyentuh punggung Minghao. Desisan pedih membuatnya langsung menarik lagi tangan itu. Telapaknya lengket oleh darah.
Darah bukanlah masalah. Mereka bukan manusia. Kehilangan darah tidak akan membuat mereka mati.
Kappa.
Tanpa mangkuk berisikan air di kepalanya, semua Kappa akan mengering menjadi mumi dan mati.
“Ups,” Kamaitachi menunduk. Ia kini melayang dekat dengan Mingyu. Minghao dengan cepat tak sadarkan diri di pelukan Mingyu, kehilangan sumber jiwanya. “Salah sasaran ya? Gue nggak ada maksud nyerang mangkoknya lho ya. Gue—”
Kim Mingyu menggertakkan gigi.
”!?” Soonyoung terhempas sedikit ke belakang. Tekanan aura dan angin kencang mengepakkan rambut serta pakaiannya. Ia menyilangkan lengan di depan wajahnya, melindungi pandangan dari kekuatan sang siluman anjing yang mendadak dilepaskan begitu saja. Permukaan kulit Soonyoung tergores di sana-sini.
Di depannya, hilang sosok Kim Mingyu sebagai seorang manusia, berganti menjadi seekor anjing besar berbulu putih nan lebat, dengan tato merah di hidung dan sekitar matanya yang berkilat keemasan dalam amarah.
“GRRROOOAARRRR!!”
Ia meraung, keras dan membahana. Dedaunan bergemerisik. Taring-taringnya tajam dan siap merobek daging hingga terkoyak habis. Sang Kamaitachi menjadi kecil di hadapan sang Inugami.
“Tsk!” Soonyoung mendecak. Mulai panik. “Fuck, Gyu, gue nggak sengaja—”
Namun, sang Inugami tidak mendengarkannya. Ia langsung menyerang Soonyoung, melompat sambil membuka moncongnya, hendak menelan Soonyoung bulat-bulat. Sang Kamaitachi mengangkat lengan. Ia tidak ingin menyakiti sang Inugami lebih dari ini, namun apa boleh buat. Ia tak punya pilihan.
“Sori, Gyu!”
Lengan mengayun.
“STOOOPPPP!!!”
Mereka berhenti.