39.

#wonshuaonesidedau

TETTT!

“WON!”

“OKE!”

Begitu mereka selesai berdiri dan mengucapkan salam pada guru mereka, keempat anak itu langsung mendorong kursi mereka dan berlari. Bukan hanya mereka saja, tapi juga dari kelas-kelas lain. Berbagai murid berlarian sekuat tenaga melintasi koridor panjang menuju tujuan yang sama: kantin.

Tepatnya, toko kecil di bagian depan kantin. Hari ini adalah hari istimewa. Hari dimana dijual 25 puding terlezat seantero jagat raya satu kali dalam setahun. Ibu penjaga kantin yang terkenal memiliki tangan dewa yang pertama membawa puding tersebut 20 tahun yang lalu. Susu penuh krim, telur segar, esens vanilla yang berkualitas dan entah apa lagi yang dimasukkan ke dalamnya. Kelezatan puding itu sungguh tiada tara, hingga para murid sudi berlomba untuk mendapatkannya.

Tiap tahun, Hari Puding bagai sebuah festival olahraga yang ramai. Anak klub atletik biasanya mendominasi jejeran pemenang. Mereka begitu cepat menyusul murid lain, berlalu bak angin tanpa terlihat lelah sedikitpun. Wonwoo, meski bukan anak klub atletik, mampu mengimbangi mereka di tahun lalu, menyabet puding bagi dirinya sendiri, sementara Jihoon sudah menyerah sejak masih di lantai kelas mereka, Jun terdesak oleh himpitan tubuh manusia, dan Soonyoung sengaja ditahan oleh tim rugbi. Ketika Wonwoo mengambil puding ke-25, puding terakhir kala itu, semua orang memandanginya dengan takjub.

(Sampai sekarang dia masih direkrut buat masuk klub atletik sama ketuanya tuh. Ngerepotin abis...)

Karena itulah, tahun ini, Soonyoung punya ide bagus. Mereka bertiga bakal buka jalan buat Wonwoo dan, sebagai gantinya, Wonwoo bakal beliin 4 puding buat mereka masing-masing. Rencana yang bagus dalam teori. Pada prakteknya, menghalau orang-orang lain bukanlah pekerjaan yang mudah.

Jihoon mengeset jebakan dimana-mana. Dia merentangkan tali tipis di ujung suatu koridor, menariknya sampai beberapa orang terjungkal. Di tempat lain, dia melempar kelereng-kelereng, membuat orang-orang terpeleset dan jatuh. Rintangan di lantai kelas mereka bersih karenanya dan Wonwoo segera melompati anak tangga, sekali dua, menuju lantai satu.

Junnie, tidak mau kalah, mencoba mengeluarkan senjatanya pada member klub atletik: kegantengannya. Dia mendadak jadi super ganteng, sengaja menyelak jalur lari mereka dan merayu habis-habisan. Lumayan banyak yang jatuh ke perangkap anak itu sementara Wonwoo berlari melewati kerumunan orang yang mengerubungi Jun.

Soonyoung adalah yang terakhir. Dia sendiri bertekad balas dendam pada klub rugbi yang tahun lalu menggagalkannya. Tidak perlu waktu lama bagi duel untuk pecah antara kedua pihak. Soonyoung di atas angin. Wonwoo terus berlari, mempercayakan dirinya 100% pada ketiga temannya itu.

Kantin sudah di depan mata—

“NOT SO FAST, JEON!”

Anak itu bahkan tidak berkedip ketika dia menaruh satu tangannya ke kepala anak lelaki tinggi besar berotot yang hendak menangkap dan membantingnya ke lantai dengan dorongan tubuh, lalu memelantingkan badannya terbang melewati anak itu. Para murid berhenti sejenak untuk mengagumi momentum tersebut. Begitu bersih loncatannya. Kacamata Wonwoo sampai tidak bergerak dari tempatnya.

Anak lelaki besar itu tersuruk ke depan karena gaya dorong, hidungnya mencium lantai sekolah. Ketua klub lompat tinggi mendadak histeris dan memaksa murid di sebelahnya untuk memberitahunya siapa nama anak yang barusan melompat. Jeon Wonwoo, menitikkan fokus hanya pada satu hal saja, langsung berlari lagi. Punggungnya menghilang di antara kerumunan orang.

--Pas dia keluar kembali dari kantin, ringisannya lebar, rambutnya sedikit berantakan, dan di pelukannya tampak 4 cup puding. Detik berikutnya, Soonyoung, Jun dan Jihoon bersorak kencang. Mereka menyeret Wonwoo ke atap sekolah, memuji juga menuturkan terima kasih pada anak berkacamata itu.

Dengan pipi tersipu dan senyum yang kian lebar, Wonwoo cengengesan. Merasa senang akan hidupnya. Dia punya tiga teman baik. Dia punya abang dan calon abang ipar yang baik. Dan dia juga punya Joshua.

Apa lagi yang Wonwoo inginkan?