38.
“Eehhh, m-mau nanya!”
”?”
Xu Minghao, tingkat satu kuliah. Baru saja masuk kerja sambilan di kafe dekat kampusnya. Ngekos sendirian membuatnya harus mencari cara menambah uang saku, tak bisa sepenuhnya bergantung dari uang kiriman orangtua. Bayaran di kafe ini lumayan dan ia mendapat makan satu kali setiap shiftnya, benar-benar menghemat. Makanya, ia tak ingin ada masalah timbul di tempat kerja barunya ini, tidak juga dari lelaki besar yang berdiri di depan konter itu.
“Ya? Ingin memesan apa, Kak?”
“EMM, NAMA GUE KIM MINGYU!”
. . .
”............Ya?” nggak ada yang nanya, njing, batin Minghao.
“ENGG ITU—” lelaki besar itu membungkuk. Wajahnya agak maju, membuat Minghao kaget. “Y-yang kerja bareng kamu...b-barista juga....eng...”
Yang kerja bareng....
....“Kak Wonwoo?” jawab Minghao, ragu.
“IYA! Emm, o-orangnya...ada enggak ya, hehe hehe...”
“Kalo Kak Wonwoo, hari ini libur, Kak. Coba Kakak dateng aja lagi besok, jam yang sama. Mungkin bisa ketemu,” dengan senyuman ramah, ia menjelaskan.
“Hoo gitu ya...Eh lo kok panggil gue 'kakak' sih, emang lo umur berapa?”
“Saya? Line 97.”
“Laahh seumur mallih,” lelaki itu ketawa. “Panggil gue Mingyu aja, ngapain kakak kakak segala. Gue juga panggil lo....eh nama lo siapa?”
Malas menjelaskan juga bahwa 'kakak' adalah prosedur standar di kafe ini yang harus mereka ucapkan, Minghao menjawab, “Minghao. Xu Minghao.”
“Minghao,” ringisan. “Gue Mingyu. Salam kenal, Hao.”
“Bang Hao, liatin apa sih?”
“Hmm?” ia menoleh pada Seungkwan. Kini, Minghao berada di tingkat kedua, sementara Seungkwan adalah adik tingkatnya. “Enggak. Itu...”
“Oh. Kim Mingyu dan Jeon Wonwoo. Makin mesra aja itu berdua~“
“Kwannie kenal?” Minghao menelengkan kepala.
“Nggak ada yang nggak kenal kali. Power couple kampus ini,” kekehnya. “Semua anak kampus juga tau gimana Mingyu ngejer Wonwoo sampe jadian dan langgeng sampe sekarang. Pada taruhan juga tuh, mereka lulus palingan kawin.”
“Hee...”
“Kenapa?”
“Enggak. Dia pernah nanyain Kak Wonwoo sama gue pas gue lagi kerja. Dulu. Setahun yang lalu.”
“Nanyain apaan?”
“Macem-macem sih. Kak Wonwoo suka warna apa, lagu favoritnya apa, kopi yang dia paling jago buatnya yang mana. Gitu gitu. Dia nggak pernah nanya yang pribadi banget, jadi gue ya kasih tau aja.”
“Heee....”
“Ah, tapi gue pernah ngasih dia nomer WA Kak Wonwoo, sih, cuma gue minta dia nggak kasih tau yang ngasi tau siapa.”
“Waaah...Bang, jejangan mereka jadian gegara lu nih, Bang??”
Minghao meringis, “Masa? Gue mak comblang dong? Wah, harusnya minta traktiran dong nih?”
“Wakakak, cobain aja, Bang, minta, siapa tau dapet pizza kan lumayan!”
“Gobs.”
“Xu Minghao....?”
Ia mengerjapkan mata dengan cepat. Makan malam dengan klien untuk membicarakan proyek runway yang akan mereka tangani bersama harusnya berjalan sama membosankannya seperti rapat yang lain. Entah ada angin apa, ketika ia berdiri untuk permisi ke toilet, tak sengaja ia menabrak bahu seseorang. Dan, begitu ia berbalik untuk meminta maaf, ia bertemu wajah yang tak asing.
”....Kim Mingyu?”
“Ooohh! Pak Kim!” salah satu perwakilan kliennya ikut beranjak untuk menghampiri dan menjabat tangan lelaki itu. “Sedang makan malam, Pak?”
“Iya nih. Pulang ke rumah juga sepi, mendingan cari makan enak, ya kan?” Mingyu tertawa.
Kliennya balas tertawa. “Ah, enak jadi Pak Kim ya, bujangan. Bebas. Saya mah di rumah dicerewetin istri, anak. Riweuh!” akunya.
Mereka lanjut mengobrol seadanya, sementara Minghao pergi ke toilet.
Zrrssh!
Sambil mencuci tangan, ia memikirkan perkataan kliennya tadi. Bujangan? Jadi Kim Mingyu tidak menikah dengan Jeon Wonwoo seperti taruhan anak-anak kampus mereka. Mereka...putus ya? Padahal...padahal pas Minghao melihat mereka waktu itu, waktu bareng Seungkwan, mereka kayaknya serasi banget, saling cinta. Kelihatan, di pandangan mata mereka ke satu sama lain.
Heee.....jodoh emang nggak ada yang tau ya...
“Hei.”
Ia tersentak. Rupanya ia bengong terlalu lama sampai tidak menyadari kedatangan Kim Mingyu di wastafel sampingnya. Buru-buru, ia menutup keran air.
“Apa kabar lo?” senyuman Mingyu masih sama seperti saat ia pertama menyapanya dulu.
“Baek. Lo sendiri?”
“Baek juga. Lo lagi ada kerjaan sama tuh perusahaan ya?”
Bingung, Minghao mengangguk.
“Gue kasih tau ya. Lo ati-ati sama orang tadi. Dia terkenal suka deketin klien dia terus ditinggal gitu aja. Kayaknya dia kenal orang dalem di pemerintahan, jadi ya gitu, ngaco.”
Minghao ketawa. “Wah, trims warningnya, tapi gue yakin dia nggak bakal macem-macem sama gue. I'm not pretty or anything,” selorohnya.
“Oh, really?” Mingyu menarik garis bibir membentuk senyuman timpang. “Have you seen yourself on mirror these days, Hao?”
“Eh?”
”.......We have a lot to catch up, huh?”
Dan Mingyu benar. Klien itu memang mencoba mendekatinya. Untungnya, Mingyu ada di sana untuk memberinya satu-dua pelajaran.