31.
“Permi—mmh.”
Baru juga dia buka pintu restoran, tiba-tiba disambut oleh bibir yang menciuminya tak sabaran. Seokmin tersenyum geli, lalu memejamkan mata, membiarkan Joshua merangkulnya. Dielusnya kepala bagian belakang pemuda itu, menyisir rambut hitamnya. Wangi sabun dan shampoo yang sama dengan miliknya (tentu karena mereka tadi pagi mandi bersama) tercium dari Joshua.
Ah, ah, darah muda. Meledak-ledak. Membabi buta. Tapi ketahanan stamina, masih kalah jauh darinya.
Dengan bunyi kecupan kencang, bibir mereka terlepas. Hanya untuk lima detik, karena Joshua menciuminya lagi. Dan lagi. Dan lagi. Dan—
“Hm—stop,” ia tertawa. Dikecupnya ujung hidung pemuda itu. “Kenapa nih? Kangen apa gimana?”
Joshua tidak menjawab. Bibir bawahnya ia gigit. Ia malah menelusuri bibir Seokmin dengan telunjuknya. Matanya mulai keruh tertutup kabut nafsu.
”...Nggak puas ya, semalem sama tadi pagi, hmm?” suaranya rendah saat Seokmin berbisik ke bibir pemuda itu. “You want me to fuck you again, huh? Miss my cock in you already, baby boy?”
“Fuck yes—”
“AHEM!”
Terkejut, lantas kedua insan itu saling mendorong. Tolehan kepala sebagai refleks menemukan Kakak berdiri di sana, dua lengan terlipat di dada.
“Oh, eng, Kakak, emm, Bapak mau jemput—”
Helaan napas berat. “Aku udah tau kok, Pak,” ujarnya. “Have fun ya, Pak Seok, Josh. Inget, Senen masuk jam 11 paling telat udah di resto. Jangan, hmm, keasikan terus overstay.”
Pipi Seokmin agak bersemu. Rasanya seperti kegep lagi main brondong sama anak sendiri. So weird.
“Noted, Boss,” Joshua mengedipkan sebelah mata. “Tuh denger. Jangan bikin gue kecapean lagi kayak semalem ya, Old Man.” Ringisannya jahil saat ia menarik lengan Seokmin, mengajaknya keluar.
Sambil berangkulan lengan, Seokmin tersenyum pada anak itu. “Terima kasih ya, Kak,” gumamnya. “Bapak permisi.”
Kakak cuma bisa balas tersenyum. Ia memandangi dari belakang bagaimana Joshua tidak melepaskan rangkulan lengan, malah menelengkan kepalanya ke bahu Pak Seokmin, dan lelaki itu menyandarkan pipinya ke kepala Joshua. Sepertinya mereka tengah mengobrol akan sesuatu. Padahal mereka baru bertemu kemarin, tapi seolah sudah menjadi kekasih bertahun-tahun lamanya.
Papa mama-nya juga. Bagaimana Papa bisa jatuh cinta sama Mama, lalu memberanikan diri melamarnya meski dengan dalih nikah kontrak? Bagaimana Mama bisa jatuh cinta pada Papa yang sudah menjadi suaminya kala itu? Bagaimana Papa bisa jatuh cinta sama Om Wonu sampai mengejarnya tanpa kenal lelah? Bagaimana Mama bisa naksir Om Jun?
Cinta itu aneh. Ia sama sekali tidak paham.
Bahkan adiknya, yang merupakan musuh bebuyutan dengan Chan ketika pertama bertemu, sekarang sudah masuk 3 tahun menjalin hubungan.
Bercinta dengan orang yang dicintai, apa rasanya?
Semua orang jatuh cinta dan menemukan teman untuk berbagi cerita bersama.
Apakah...
...dia akan pernah merasakan itu semua? Jatuh cinta, bercinta, menikah, mempunyai anak, dan saling mencinta berpuluh tahun setelahnya?
Sekarang dia di sini, berdiri dalam sepi, sebagai penonton dari kisah cinta orang-orang di sekelilingnya. Hanya bisa tersenyum memendam iri ketika melihat bagaimana mata mereka yang menjalin cinta penuh kilau bahagia. Seolah hidup mereka jadi lebih berwarna hanya karena menemukan seseorang dalam hidupnya.
Ia juga ingin. Ia ingin merasakan itu semua.
Ia ingin seperti Joshua dan Pak Seok. Ia ingin seperti adiknya dan Channie. Ia ingin seperti Om Wonu dan Om Soonie. Ia ingin seperti Papa dan Mamanya.
Semua orang menemukan tulang rusuknya. Kemana miliknya?
....
Atau mungkin, hanya mungkin, tulang rusuknya masih di dalam badannya, lupa dikeluarkan ketika ia dilahirkan.
Haha.
Yah, kalau begitu,
yasudahlah.
Mendingan dia pikirkan saja dulu dia mau jadi apa di masa depan nanti.