284.

#gyuhaooffice

Menyusuri arah lari Minghao tadi, Jihoon menemukan dua pilihan. Belok ke kanan, maka akan sampai ke pintu depan. Belok ke kiri, maka akan sampai ke area outdoor yang tidak dipakai untuk pesta, karenanya area itu gelap dan sepi. Tanpa berpikir, ia berbelok ke kiri.

Benar saja. Tidak lama berjalan, ia menemukan anak buahnya itu sedang duduk di salah satu bangku taman, tersembunyi oleh semak bunga dan tetumbuhan lainnya. Taman yang indah untuk menyendiri.

Jihoon, tanpa berkata apapun, main duduk seenaknya di samping Minghao yang tengah memandangi langit malam berbintang.

Mereka diam seperti itu untuk beberapa saat.

“Boleh gue cerita sesuatu?”

Ketika tak ada respon dari Minghao, Jihoon melanjutkan, “Gue ketemu Cheol pas dia lagi rapat sama bokap gue di kantornya. Bokap gue juga sebelas-dua belas kayak bokapnya, cuma skalanya lebih kecil. Tapi, beda dari bokapnya yang presdir, bokap gue pemilik dan pendiri perusahaan. TLDR, Cheol lagi proses negosiasi joint venture sama perusahaan bokap gue pas gue masuk ke kantornya waktu itu, nganterin makan siang.”

Jihoon mengambil napas.

“Di situ, kita kenalan. Dan mulai dari situ, nggak ngerti kenapa dan gimana, dia mulai deketin gue. Intens banget. Ya mirip lah kayak Gyu sama lo, gitu. Kalo nemu target, nggak stop sampe kecaplok. Ngeri banget ya, darah kakak-adek itu?”

Rahang Minghao menegang saat nama Mingyu disebut. Jihoon menyadari itu, namun membiarkannya. Hanya tersenyum menatap sisi wajah Minghao dengan kepalan tangan di bawah dagu.

“Dan, somehow, I didn't know where, or when, or even why, he already slipped into my heart and glued there. Mau gue buang, mau gue denial, mau gue usir, he kept coming and coming, sampe, yah, puncaknya, dua tahun lalu, gue nerima pinangan dia.

Dan, mm, baru sebulan yang lalu gue tau soal dia dan Gyu dan Joshua...”

Onak berduri. Menjalar. Merekah. Menyayat hati kedua orang yang tengah duduk membicarakan masa lalu pasangannya yang harus mereka telan bulat-bulat dan hidup dengan mengetahui masa lalu itu pernah ada. Bahwa fakta kekasih mereka pernah ambil bagian dalam kerusakan moril itu.

“I was mad. I was fucking mad.....,” digertakkannya gigi serta buku-buku jari. Bulu kuduk Minghao berdiri. Dia tidak ingin dan tidak mampu membayangkan bagaimana neraka yang muncul ketika Jihoon murka. “I was mad at Cheol. At Gyu, also. That's a fucking rape. They raped him. Both. For weeks. For years. They broke him.

Jadi, gue ultimatum ke Cheol. Dia harus minta maaf. Harus cium kaki Joshua. Harus lakuin apapun yang Joshua minta dari dia sampe dia bener-bener dimaafin, or no wedding.

Dan lo tau, Hao?”

Jihoon mendengus geli.

He wanted nothing. Dia cuma bilang makasih ke Cheol, said that he loved him, stupidly in love with him, sampe rela digilir bareng adeknya. Dia bahkan minta maaf.

Orang gila mana? Like, orang gila mana?”

Jihoon mengacak rambutnya. Resah. Minghao kini menunduk, hingga poninya menutup kedua matanya.

“Hani got the best eyes and luck, didn't he?” kekehnya sarkas. “Look at us. End up with the damn rapist.”

Mingyu bukan—!

Ingin menyangkal. Tetapi, Bang Jihoon tidak salah. Jika boleh jujur, ketika Mingyu bercerita soal itu dahulu kala, ia merasa jijik. Apapun alasannya. Siapapun yang memulai. Seharusnya hal itu tidak pernah terjadi. Hal....hal seperti itu...

“Then, I remember you.”

Napas Minghao menyentak.

“You and that bastard before. Lo tau soal ini kah, Hao?”

Minghao mengangguk. Lalu, dengan cicit kecil, ia menjelaskan lebih lanjut, “Gyu bilang ke gue dari awal, Bang. Soal ini. Dan dia pernah cinta sama Joshua. Jauh sebelum kita jadian...”

Jihoon mendadak menaruh kedua tangannya di pipi Minghao, menangkupnya. Telapak Jihoon kecil, tetapi terasa kasar dan mantap menaungi wajahnya.

“And when...,” diteguknya ludah. Matanya berkaca-kaca. “...And when I realized, I helped setting you up with that damn rapist...”

Minghao buru-buru menggeleng.

What have I done to you......?”

Ia menggeleng. Lagi dan lagi dan lagi.

“Nggak, Bang. Gyu bukan—dia bukan—” menggeleng tanpa henti. “He loves me. He loves me.

Sebulir air mata turun di pipinya.

He loves me........doesn't he?