25.
NC-17 a bit more explicit tho under 18 leave 🔞⛔
“Hai.”
Mata Seokmin mengerjap dua kali. Dia memang menunggu pesanan pizzanya datang, tapi tidak ia sangka-sangka akan ada pesanan lain yang juga datang. Sepertinya tidak ada tiga jam berlalu semenjak ia terakhir melihat wajah pemuda itu. Kenapa sekarang ada di depan pintunya?
“Kamu—”
“Permisi, Pak, pizzanya!”
Tersadar, ia segera mengalihkan perhatian. “Oh. Oh iya. Emm...berapa, Pak?” tanyanya, sambil merogoh kocek. Segera, ia membayar sejumlah tagihan, mengucapkan terima kasih, dan barulah ia kembali memandang pemuda itu, kini dengan dua boks pizza ukuran medium di tangannya.
“Your dinner?” kalah cepat, malah dia yang ditanya.
“Yeah?”
“Care to invite me in? Cold out here.”
Seokmin bergeming.
“I brought beer,” Joshua mengangkat sepak bir isi enam kaleng.
Seokmin masih bergeming.
”....And your jacket.”
Barulah ia berseru, “TUH KAN BENER KETINGGALAN! GUE CARIIN DARI TADI—”
Mendadak, Seokmin diam. Joshua juga diam, meskipun raut mukanya perlahan tapi pasti berubah menjadi ringisan. Amazed. Lelaki itu menanggalkan kesopanannya di depan dia.
“Eh, maksud saya—”
Seems like the old man is not that old, huh?
“Apology accepted, Old Man, let me in,” Joshua mendorong Seokmin ke samping, mengundang dirinya sendiri masuk ke apartemen sewaannya di Tokyo. Sebuah kamar biasa, 1LDK. Dekat pintu masuk ada pintu ke toilet dan pintu ke kamar mandi. Menggeser pintu di ujung, ada dapur terbuka dan ruang tengah, juga balkon. Biasa banget.
“Tidurnya di atas ya?” tanyanya, pada Seokmin yang pasrah dan sedang menaruh pizza ke atas meja makan kecil. Joshua mendongak ke bagian yang dimaksud. Ternyata apartemen itu model loft.
“Hmm,” gumam Seokmin sebagai jawaban seadanya. “Listen, Shua.”
“Yeah?”
“What are you doing here?”
“To return your jacket,” kedikan bahu sambil lalu. “Then to drink with you.”
Seokmin menatapnya, menelisik, “And why?”
“Emangnya gue nggak boleh nemenin lo minum-minum? You look like a sad, lonely old man. My charity self was intrigued to help,” selorohnya seenak jidat, yang mengundang tawa lepas dari Seokmin.
“Am I that old? Keliatan ya?”
“Tbh? No,” ucapnya jujur. “Not really. No.”
Kemudian, hening sesaat.
“Joshua Hong, huh?” Seokmin tidak lepas menatapnya. “Berapa umur kamu?”
“20,” he shrugged.
“Wah. Muda ya,” kekehnya. “Bisa jadi anak saya.”
“But I'm not. And drop that formality. I don't fucking mind.”
...
”...Right. /Gue/ laper banget. Ayo makan.”
Tersenyum puas, Joshua mengambil sepotong pizza.
. . .
Makanannya enak. Ia sudah menenggak kaleng ke dua, sementara Seokmin berhenti setelah menghabiskan kaleng pertamanya. Alih-alih, ia menghidupkan rokok. Asap putih mengepul ke kegelapan malam. Mereka duduk di beranda, menikmati kota Tokyo di malam hari. Tempat Seokmin menginap tidak begitu jauh dari pusat keramaian, sehingga masih ada orang berkeliaran di jalan depan apartemennya di jam segini.
Mereka mengobrol dari topik general sampai cukup pribadi. Joshua mengonfirmasi lagi umur Seokmin bahwa, ya benar, lelaki itu tahun ini berusia 56.
“For fucking real?” kekehnya. Wajah mulai memerah oleh alkohol. “Gue kira lo 30 something. Damn. How can you look so fucking young?”
“I usually answer that I smile every so often, that's why I stay young. It's a lie. I drink blood of young virgin such as yourself every full moon,” he sneered. “Keep your mouth shut bout that, tho, or else I'll be dragged to authority.”
Joshua ketawa makin kencang. Kaleng di tangannya ikut berguncang, hampir membuat isinya tumpah.
“Shut up, fucking old man!” perutnya sampai sakit. “Let alone drinking virgin's blood, bet your dick has shrivelled, poor and unattended for such a fucking long time.”
“Hey!” dijentiknya dahi Joshua. Yang dijentik mendesis protes. “Enak aja. My last action was two months ago. I can prove how sexy the sound was beneath me, if that can make my point.”
“Oh really?”
“Yeah!”
“A 56 year OLD guy like you?”
“That's me!”
Cengiran lebar langsung hilang saat Joshua menyatukan bibir mereka berdua. Kaleng bir di atas meja kecil di beranda. Embunnya jatuh membasahi permukaan meja. Puntung rokok yang digerus ke asbak. Masih ada sisa asap yang mulai lenyap. Di bawah sinar bulan temaram, ciuman itu perlahan berubah dari menempelnya dua bibir menjadi lumatan. Joshua menarik napas mendadak, mengerang ke dalam mulut Seokmin, saat lelaki itu membalas ciumannya lebih liat daripada dugaannya.
“Ah-fuck-” lidah lelaki itu menggeliat keluar dari mulutnya, meninggalkan jejak liur di bibir dan dagu Joshua.
Seokmin mengambil napas, berusaha menetralkan debar jantung dan suhu tubuh yang seketika meningkat beberapa derajat.
“We've just met today...,” geramnya.
“I know,” Joshua chuckled. “Crazy, huh?”
“I don't stock condom here—”
“I have,” Joshua memotongnya dengan menggigit bibir bawah Seokmin pelan. “Bought a pack with the beer.”
“Fuck,” sebuah jeda. “Cuma satu?”
Kekehan lagi. “You're a fucking old man! Satu juga nggak bakal abis!” selorohnya.
Seokmin hanya tersenyum tenang memandanginya sampai tawa Joshua mati dengan sendirinya.
”...What?”
Lelaki itu mengelus pipinya dengan lembut.
“What? Seokmin...?”
Elusan turun ke bibir penuh itu.
“You know nothing, Joshua Hong.”
. . .
Indeed. Joshua Hong knows nothing.
Dia hampir pingsan ketika lelaki yang lebih tua 36 tahun darinya itu mengisi tubuhnya lagi, hangat, banyak, jauh di dalam sana, untuk entah-ke-berapa-kalinya di malam itu. Malam yang panas dan basah itu.
(Condom be damned, they used them all up anyway)
(Hashtag useless condom)