241.

#gyuhaooffice

“Om, Tante.”

Wonwoo tersenyum tenang, kontras terhadap paras Soonyoung saat ini. Kembali mereka berempat duduk di sofa ruang tamu dengan posisi persis seperti tadi: Soonyoung dan Wonwoo bersebelahan di satu sofa, orangtua Soonyoung di seberang mereka. Meski agak heran, untungnya mereka tidak bertanya macam-macam sebelum penjelasan datang.

“Maaf, tapi saya mau kenalan ulang, boleh?”

Orangtua Soonyoung saling bertatapan.

“Kenalin, Om, Tante. Nama saya Jeon Wonwoo. Saya pacar anak Tante. Ibu bapak saya di kampung. Saya tinggal sendirian di Jakarta.”

Soonyoung mulai gemetaran dalam ketidaktahuan. Ia menunduk sejadinya. Keringat dingin mengucur deras. Tidak mau melihat. Tidak mau mendengar. Tidak ingin berada di sana...

“Dan pekerjaan saya bukan di start-up fintech,”

Kemudian, Wonwoo menangkup tangan Soonyoung, menenangkannya. Senyumnya sendiri tidak pudar.

“Tapi saya dagang cimol di belakang gedung kantor Sunyong.”

. . .

Habis sudah.

”.......Dagang cimol?”

“Iya, Om.”

Selesai.

“Di gerobak, gitu?”

“Iya, Tante.”

Selesai.

Setelah ini, mama papanya akan marah besar dan mengusir Wonwoo. Akan memaksa putranya untuk putus dengannya. Akan mengamuk dan menasehatinya untuk belajar dari kasus almarhumah kakaknya. Bagaimanapun, masa depan jauh lebih penting daripada kebahagiaan cinta yang fana.

Kebahagiaannya yang singkat.

Namun, Wonwoo tidak berhenti di situ, terus saja berceloteh riang nan ringan.

“Saya juga lagi kuliah malam di UI sekarang. Tahun depan insya Allah wisuda. Lumayan atuh jualan cimol nambah-nambahin buat fotokopi buku sama makan.”

“Oh? Di UI?”

“Iya.”

“Jurusan apa?”

“Administrasi bisnis, Om,” ia diam sesaat, sebelum melanjutkan dengan nada lebih serius dari tadi. Genggaman tangannya pada Soonyoung pun mantap.

“Om, Tante. Saya punya tujuan di hidup saya. Setelah ini lulus, saya mau melamar ke perbankan atau ke perusahaan multinasional. Pelan-pelan saya mau belajar akunting. Saya juga mau lanjut sekolah lagi nanti, insya Allah di luar negeri.”

Wonwoo menarik napas.

“Bapak saya peternak bebek dan ibu saya pedagang sayur. Saya bangga sama mereka, bisa nyekolahin saya, abang saya dan adek saya. Saya juga mau buat mereka bangga.”

Lalu, dia mengangkat tangan Soonyoung dalam genggamannya untuk dicium.

“Dan sekarang, nambah satu lagi yang mau saya buat bangga...”

“Aa...”

Tatap mereka bertemu. Pandangan Wonwoo lembut sekali... Jelas terlihat menyerahkan seluruh hati dan raganya pada Soonyoung tanpa ditutup-tutupi. Soonyoung pun begitu.

“EHEM!“

Dehaman ayah Soonyoung membuyarkan momen tersebut. Soonyoung merona malu, buru-buru menarik tangannya dari bibir Wonwoo.

“Kamu tertarik sama Akuntansi?”

“Iya, Om. Nanti sekalian mau ambil brevet.”

“Lesnya mahal lho.”

“Disambi kerja atuh, Om.”

“Ya sudah. Tahun depan coba submit CV ke kantor Om.”

”........Hah?” giliran Wonwoo termenung.

“Papah auditor di XYZ, A,” jelas Soonyoung.

“Haaahhh?? Ini teh beneran, Om??”

“Yah, kalo kamunya emang niat mau kerja bener, belajar bener, sekedar masukin CV kamu, bisa lah. Tapi tetep tergantung kamu sendiri ya hasilnya.”

“Siap, Om!”

“Cuma satu yang Tante mau tanyain ke Nak Wonwoo.”

“Iya, Tante?”

Ibu Soonyoung tersenyum lebar.

“Kenapa sih, Nak Wonwoo bisa jatuh cinta sama anak Tante?”

“Iiiih Mamaah ah!” malu banget si Soonyoung.

Wonwoo malah mikir serius pula. Alisnya berkerut sejenak. Menemukan jawabannya, ia pun meringis.

“Soalnya Sunyong mirip cimol, Tante, gemes.”

“HAHAHAHAHAHHA!!” ayahnya Soonyoung tertawa terbahak-bahak. Begitu pula ibunya. Membiarkan putranya memerah makin padam dan memukuli ringan lengan atas kekasihnya, yang hanya membuat Wonwoo ikut tergelak.

“AA RESE IIIH APA SIIHH!!!”

Malu, malu, kesel...

Melihat Wonwoo tersenyum ceria tanpa beban, penuh percaya diri, bahwa dia bisa memberikan masa depan yang diminta orangtua Soonyoung padanya.

...tapi Nyong sayang banget sama Aa.