228.
“Mungkin ada rikues dari audience, nih? Ato dari Tante?” senyum Joshua merekah. Geliginya terpampang sempurna. “Nyanyi juga boleh lho, Tan. Mungkin bosen denger suara saya aja dari tadi.”
Gelak tawa terdengar. Ibu Jeonghan ikut tertawa sambil menggeleng.
“Nggak ah, Tante malu. Nak Josh aja yang nyanyi. Suaranya merdu banget. Tante suka,” pujian tulus, sukses membuat pipi Joshua bersemu.
“Makasih, Tante,” malu-malu, ia berkata ke microphone.
“Tapi, Tante ada rikues, boleh?”
“Boleh dong~“
Kedua tangannya yang halus, berhiaskan cincin emas cantik, menopang dagunya ketika ia berkata,
“Tante mau Nak Joshua nyanyi lagu apapun yang sekarang lagi ada di hati kamu.”
Mata Joshua membelalak. Jeonghan diam saja, tanpa ekspresi, memerhatikan ibunya dan Joshua bolak-balik. Keluarga yang lain pun terdiam.
Wanita itu memajukan tubuhnya di kursi.
“Sing it.”
Perintah mutlak.
. . .
”...Boleh pinjem keyboardnya?”
Segera setelah ia berkata begitu, staff mempersiapkan sebuah keyboard. Joshua mengutak-atik sejenak lalu duduk diam di sana. Kedua mata memejam. Suasana cukup hening hingga ia bisa mendengar deru angin malam itu. Denting gelas. Percakapan riuh-rendah. Desir kain pakaian. Garpu yang ditaruh ke atas piring kosong. Anak kecil yang merengek meminta es krim.
Mata Joshua perlahan membuka.
Jemarinya bergerak melintasi tuts demi tuts.
Tarikan napas.