8.

#gyushuafluff

“Hyung...mabok?”

“Hmh..,” begitu pintu dibuka, Joshua ngeloyor masuk dan duduk di kasur Mingyu. “Mana jiji?”

“Diajak Soon nge-gym,” Mingyu duduk di sebelahnya. Mukanya mengernyit. Bau alkohol begitu kentara. “Hyung, sori ya ganggu sesi nge-wine lo sama Hao...”

Joshua terkekeh. “Nggak usah dipikirin,” ditepoknya punggung Mingyu. “Kenapa, Gyu, lo butuh apa sekarang?”

Beberapa saat terdiam, Mingyu kemudian mengejutkan Joshua dengan merentangkan lengannya. Ia memfokuskan pandangannya yang agak nanar dan baru sadar kalau mata Mingyu memerah, serta di pipinya ada jejak basah.

”...butuh pelok, hyung,” senyumannya miris. “...please?”

Joshua menghela napas. Ia pun menarik lelaki itu ke dalam pelukannya. Telapak pada tengkuk Mingyu, menyapu anak rambut di garis leher bajunya. Juntai rambut Mingyu sendiri menggelitik pipi Joshua ketika lelaki itu merebahkan kepala ke pundaknya. Terlalu dekat. Terlalu ketat.

”..........,” detik demi detik berlalu seperti itu. Tanpa kata-kata. Tanpa suara. Hanya jari-jemari mengelus halus dan bunyi napas mereka berdua. “........Kenapa, Gyu?”

Yang ditanya menarik napas panjang. Sebuah sentakan tiba-tiba.

“Hyung....gue diputusin..”

......Oh.

“Lho, kok bisa? Bukannya besok mau jalan?” suara Joshua rendah dan nyaman.

“Katanya dia udah punya cowok baru,” deguk ludah. “Katanya...katanya gue manja...katanya gue childish, gampang ngambek, ceroboh....

....terus dia bilang mau udahan aja...”

Joshua ikut menghela napas. Ditepuk-tepuknya lembut tengkuk Mingyu.

“Honestly? You're all of that, Gyu.”

“Ah, hyuuunngg...,” protes, Mingyu mengangkat kepalanya dari bahu Joshua, hanya untuk menemukan Joshua tersenyum padanya.

“But,” lanjutnya. “Kalo dia nggak bisa nerima semua jelek lo itu, berarti bukan dia orang yang pantes buat lo.”

Ditekannya ujung hidung Mingyu.

“Lo manja? Childish, gampang ngambek, ceroboh? Emang. Itu namanya pacaran. Belajar kebaikan dan kebobrokan masing-masing. Kalo mau seneng hepi-hepi aja mah mendingan jadi friends with benefit, hha.

Anyway, lo juga harus mulai rubah itu semua, Gyu, Cheol mulai concern sama lo yang kayak gini.”

Mingyu cuma diam.

“Dah jangan nangis lagi,” diusapinya bekas tangis di pipi Mingyu. “Lo pasti bakal nemuin yang lebih baek kok dari dia. Yang tulus sayang sama lo. Yang mau liat lo lebih dewasa bareng dia...”

”...yang mau bantuin gue benerin apa yang gue jatohin bareng-bareng kayak lo?”

Joshua terkekeh.

“Mm. Itu bisa.”

Mingyu, memandanginya, ikut tersenyum.

”...Makasih, hyung.”