65.
Lengket.
Iya, lengket. Lengket dan lembek, tapi alus. Bingung juga gimana dia harus jabarin bibir Wonwoo di pipinya selain anget. Anget, pertama, terus lengket, kedua, terus lembek yang ketiga.
...Bentar, kenapa jadi kayak ngomong jorok ya?
Sakit kepala.
Jepret.
Wonwoo mundurin kepala buat natap Mingyu. Dia senyum santai banget, seolah nggak baru aja ngancurin seperempat dunia anak lelaki yang lebih muda setahun dari dia itu. Mereka diem-dieman sampe Mingyu neguk ludah karena tenggorokannya mendadak kering.
”....Uh, Bang Won...?” suaranya serak pas bertanya.
“Hmm?” gumaman pelan.
“Tadi..........lo ngapain?”
Wonwoo senyum. Senyum lebar banget, bener-bener nggak ada beban. Dia tepok-tepok pelan pipi Mingyu yang barusan aja dia cium. “Hadiah,” jawabnya. “Buat lo, soalnya lo bikin gebetan lo seneng.”
Rahang Mingyu serta-merta mengencang. Ada banyak hal yang mau dia bantah di tuduhan itu, tapi ngeliat gimana Wonwoo senyum, rasanya...dia nggak mau ngerusak itu. Alih-alih, dia mutusin buat ambil andil dalam game Wonwoo.
”...Kurang.”
Wonwoo mengernyit.
“Masa di pipi doang hadiahnya?” Mingyu sengaja menyeringai sambil mengangkat paksa dagu Wonwoo pakai ibu jari dan telunjuk. “Di sini dong. Ayo.”
Kernyitan alis Wonwoo seketika memudar. Bibirnya yang berkilau oleh lip gloss membuka, memperlihatkan ujung deretan gigi dan sekelebat lidah kecilnya. Mingyu juga sengaja menurunkan pandangan ke bibir itu, memancing lelaki di sisinya buat nerima tantangan blak-blakan barusan.
“Cium bibir gue, Bang.”
Kalo lo berani.
Kalimat yang nggak terucap namun jelas tersirat. Mungkin Mingyu perlu ngasih pujian ke Wonwoo karena, meski ditantang, lelaki itu terus menatapnya dengan tenang. Malah, Mingyu yang jadi nggak nyaman bertatapan sama Wonwoo di ruang sesempit itu. Tapi, Mingyu nggak akan kalah.
Dia nggak akan kalah dari Jeon Wonwoo.
Beberapa kerjapan bulu mata, lalu senyuman Wonwoo terkembang lagi. Kali ini dielusnya pipi Mingyu.
“Harusnya gue yang ngomong gitu,” ujarnya, begitu tenang. “Kan lo yang naksir gue, Gyu. Lo boleh kok kalo mau cium gue di bibir.”
Berkata begitu, ibu jari Wonwoo turun ke bibir bawah Mingyu.
“Lo suka sama gue kan? Naksir gue kan?”
Kalimat yang, anehnya, ngebuat bulu kuduk di punggung Mingyu naik.
“Kalo lo emang naksir gue,” Wonwoo memajukan kepala. Sengaja, agar bibirnya berada persis di depan bibir Mingyu. Napas hangat mereka bertukar. “Cium gue, Kim Mingyu.“
. . . .
“Gue pulang.”
“Oh—”
Mendadak hilang tumpuan, Wonwoo hampir aja jatoh. Dia buru-buru berdiri, berupaya nyusul Mingyu. “Gyu, tungguin—”
Sayangnya, Mingyu udah pergi dari situ. Wonwoo cuma bisa mandangin punggungnya yang mengecil dengan cepat, lalu menghela napas.