319.

#minwonabo

”...Bayi kita...saya membunuhnya. Gara-gara saya. Gara-gara saya...,” ia terisak.

“Won, Wonnie...,” Jun mengecup ubun-ubunnya. Lalu sisi keningnya. Bau peppermint sang Alpha dikeluarkan, namun masih tak mampu mengimbangi bau Mingyu yang melekat lebih kuat di sekujur tubuh sang Omega. Meskipun begitu, bau nostalgis sang Alpha agak membuatnya lebih tenang. Omega di dalam tubuhnya kenal bau itu. Familier.

“Maafin aku, Wonnie, aku... Itu bukan salah kamu. Kalo ada yang harus disalahin, itu aku...

Aku yang pergi ninggalin kamu...”

Jun menggertakkan gigi.

“Aku ninggalin kamu karena...karena aku takut. Kita masih anak-anak, Won. Aku nggak bisa ngurus bayi di umur segitu. Aku mau lulus, mau kuliah. Abis kuliah, cari kerja, terus aku lamar kamu. Kita harusnya begitu. Harusnya kayak gitu...”

Seharusnya, seharusnya...sebuah kata laknat...

“Makanya aku lari dari kamu. Aku butuh lari dari kamu, yang jauh, supaya aku bisa mikir. Supaya aku bisa mikir baik-baik, ambil keputusan buat kebaikan kita berdua.”

Nadanya merendah.

”...Tapi kamu nggak muncul lagi. Aku nggak bisa lihat kamu di jendela. Kamu nggak pernah muncul lagi. Dan aku pun udah sering ketangkep orang rumah kamu dan diusir. Aku nggak bisa ketemu kamu lagi. Aku tulis surat. Tiap hari aku tulis surat. Aku kirim ke kamu, taro di tempat surat kamu, berharap kamu baca salah satunya, tapi nihil. Nggak ada balasan dari kamu.

Terus, orangtuaku tau...tau kalo aku ada hubungan sama Omega nggak dikenal dan mereka ngamuk. Ngamuk parah. Aku diseret balik ke Cina dan, dari situ, aku kenal keluarga Hao...”

Ketika Jun menunduk, dilihatnya Wonwoo mengernyit.

Surat?

“Iya, aku tulis satu setiap hari buat kamu...”

Wonwoo menggeleng. “Saya...saya nggak pernah terima surat apapun...,” akunya.

Jun tidak merasa heran. Mungkin orangtua Wonwoo membuangnya. Jun menggelengkan kepala. Ia menangkup wajah Wonwoo, mengelus pipinya yang basah oleh tangis. Wajah sang Alpha begitu pucat.

“Maafin aku, Wonnie, maaf...”

“Junnie...”

”...Apa aku masih pantas kamu maafin?”

Wonwoo tidak menjawab. Alih-alih, Omega itu bertanya balik,

“Apa saya masih pantas Junnie maafin?”

Seketika itu, Jun paham. Dosa yang sama-sama harus mereka tanggung seumur hidup mereka. Kata maaf takkan pernah cukup untuk mengurangi dosa yang akan terus menghantui punggung mereka berdua. Menghantui, dari nisan kecil di belakang rumah sang Omega.

Junhui memeluk erat Wonwoo. Masih sama. Masih hangat dan semanis kue yang baru dipanggang. Masih pas di dalam tautan lengannya.

Omega cantik yang ia temukan sedang bermain sendirian di halaman rumah yang luas, yang menelisik keingin tahuannya, dan membuat Wen Junhui membawa anak kucing hitam piaraan keluarganya pergi jalan-jalan pada suatu hari di bulan Juli yang cerah.