317.
Satu hari menjadi dua. Dua menjadi tiga. Empat, lima, enam hari. Seminggu.
Dua minggu.
Dua minggu Alpha itu tidak menyelinap lagi melalui jendela kamarnya. Wonwoo mulai cemas, pun ketakutan. Ia mengkhawatirkan keadaan Alpha-nya. Apakah ada hal buruk terjadi pada Junhui? Apakah orangtua Junhui mengetahui persoalan ini dan mengurungnya? Apakah orangtuanya tahu mengenai Junhui dan menyingkirkannya?
“Mama.”
Tak ada jawaban.
Semenjak ibunya mengetahui ia hamil, ada jarak merenggang di antara mereka. Biasanya ibunya begitu protektif terhadapnya, menjaga Wonwoo bagai bunga di tebing tinggi. Suci, tidak tersentuh, untuk kemudian diberikan pada Alpha pilihan mereka. Alpha yang akan masuk menjadi menantu membawa marga Jeon bersamanya.
Sekarang, setelah Wonwoo hamil oleh Alpha tak dikenal, ia seakan sudah kehilangan satu-satunya harganya. Tak ada lagi nilai Wonwoo bagi mereka.
“Mama... Papa dan Mama tau siapa Alpha saya?” ragu-ragu, ia bertanya.
Ibunya hanya menoleh sejenak, menatapnya tajam, kemudian melengos. Membuang muka.
“Apa itu penting?” selorohnya, kembali menekuni bisnisnya melalui handphone. “Kalau dia dari keluarga terpandang atau setidaknya berada, berikan namanya. Kalau bukan, yah, apa gunanya.”
Ia menghela napas sebelum melanjutkan.
“Omega. Dibesarkan baik-baik pun sama saja murahannya.”
Hatinya robek menjadi serpihan tepat di depan ibunya.
Wanita yang melahirkannya setelah sembilan bulan mengandungnya, persis seperti kondisinya sekarang. Wanita yang sama yang tega menyebut anaknya sendiri sejenis sundal.
Wonwoo diam. Hanya diam, memandangi sisi samping wajah ibunya yang serius pada layar handphone. Mereguk sosok wanita itu.
Ia memejamkan mata, berterima kasih dalam hati pada wanita itu karena telah sudi melahirkannya, kemudian ia berbalik, kembali ke kamarnya.
Kehilangan orangtuanya.