267.

#minwonabo

“Won...”

Mereka berbaring bersama. Wonwoo di dalam pelukan Mingyu. Satu lengan sang Alpha melingkari perutnya, lengan yang lain menyusup di bawah bantalnya. Dada Mingyu di punggung Wonwoo dan bibirnya menciumi tengkuk. Bisikannya terasa hangat.

“Besok ketemu ibuku, mau?”

Wonwoo tidak menjawab.

Kamar itu sunyi. Hanya terdengar suara AC dan detak jam di dinding. Di bagian kaki kasur Mingyu, melingkar kucing milik Wonwoo dan anjing kecil milik Mingyu tertidur di lantai dekat ranjang tersebut. Mereka semua enggan meninggalkan Wonwoo sendirian.

“Aku mau kenalin kamu ke dia...,” Mingyu terus berbicara dalam nada rendah yang lembut. “Ibuku juga Omega. Dia sakit, Won. Udah dari aku kecil, dia bolak-balik ke rumah sakit. Sekarang, dia dirawat di rumah sakit permanen, udah nggak bisa hidup tanpa alat.” Usapannya di tubuh Wonwoo tak jua berhenti.

“Aku udah niat ngajak kamu ketemu ibuku dari lama. Kupikir, kalian mungkin cocok.”

Mingyu berdeham pelan, agak ragu untuk melanjutkan.

“Yah...aku...mau ibuku ketemu...calon mantunya...”

Sesaat, bahu Wonwoo menegang.

Perlahan, sang Omega membalik badan. Kini, ia dan Mingyu berhadap-hadapan. Mingyu mendekapnya lebih erat hingga kening mereka bersentuhan, seolah mereka berbagi napas satu sama lain.

”...maksud Mingyu?”

Bibir Wonwoo bergetar saat bergumam, membuat hati Mingyu luluh lantak. Ia lelaki lemah. Cinta membuatnya lemah. Alpha yang lemah.

I'm a heartless man at worst, and a helpless one at best.

Oh, how it perfectly describes him right now.

“Wonwoo,” ditatapnya mata Wonwoo. Indah. Wonwoo selalu terlihat indah baginya. Bagaimana Omega itu dapat menggenggam keseluruhan dirinya, hatinya, dalam satu kepalan, bisa menghancurkannya dengan mudah jika ia ingin, selamanya akan menjadi rahasia semesta. Mingyu rela memberikan apapun untuk Wonwoo. Lucunya, kalaupun Wonwoo suatu hari benar-benar menghancurkannya hingga ia tak lagi bersisa, ia takkan menyesal dan akan tetap memilihnya, lagi dan lagi.

“Aku cinta sama kamu. Kalo memang...kamu belum siap, atau nggak mau cerita ke aku soal trauma kamu, nggak apa-apa. Aku mau kamu, butuh kamu, seumur hidupku...”

Berhati-hati, Mingyu menambahkan.

“Aku terima kamu dengan segala hal yang kamu sembunyiin dari aku, Won.”

Ia bisa melihat mata Wonwoo mulai berkaca-kaca.

“Dan aku harap kamu juga nerima aku yang begini. Alpha payah ini...,” dielusnya pipi Wonwoo dengan ibu jari. “Kamu udah tau semua soal aku, Sayang, semua jelek-jeleknya aku. Aku harap aku cukup pantes buat nemenin hidup kamu. Aku harap kamu mau mempertimbangkan aku sebagai suami kamu...”

Bibir bawah Wonwoo bergetar. Mingyu menelan ludah, terlalu gugup. Terlalu takut. Apakah dia terlalu cepat? Apakah Wonwoo belum siap? Atau dia salah berucap lagi? Dia takut akan banyak hal. Dan yang terpenting, dia takut kehilangan Wonwoo.

“Maaf, aku cuma bisa jadi Alpha yang segini aja buat kamu...”

“Mingyu.”

Wonwoo menangkup pipinya. Bibirnya mengecup manis bibir Mingyu. “Mingyu...,” lagi, sebuah kecupan. “Mingyu, Mingyu, Mingyu...”

Kecupan, tiga kali, satu untuk setiap namanya disebut. Tiap kecup, semakin lembut, semakin manis.

Oh Tuhan...

Mingyu ingin mati seperti ini. Ia ingin hidup bersama orang ini dan mati seperti ini, di dalam pelukan dan ciumannya. Ia tidak banyak meminta. Ia hanya ingin dicintai orang yang ia cintai. Itu saja.

Itu saja...

Bibir yang bertautan. Lidah yang menyapu permukaannya, juga geligi yang pelan menggigiti. Mereka berciuman dengan santai, mengobati rindu yang tertampung empat hari sebelumnya. Ciuman Wonwoo kemudian turun, dari rahang ke telinga, lalu ke sisi leher Mingyu.

“Kenapa harus nikah? Kenapa Mingyu nggak gigit saya aja...?” dikecupnya scent gland Mingyu.

“Boleh gigitnya sehabis kita nikah, nggak?”

“Kenapa?” ditelengkannya kepala. “Mingyu nggak mau gigit saya sekarang?” Leher putih Wonwoo dipampangkan dengan sukarela padanya.

Ditahannya geraman protes Alpha dalam tubuhnya. Serigala itu sudah siap untuk menerkam dan menggigit Omega yang telah menyerahkan diri di hadapannya. Mingyu berkompromi dengan menjilati scent gland Wonwoo, bertekad takkan meninggalkan gigitan di sana untuk saat ini.

“Wonwoo,” dikecupnya dagu sang Omega, kemudian bibirnya. “Jeon Wonwoo...”

Tak bisa dibendung lagi.

“Maukah kamu menikah denganku?”

Cinta ini.

Hasrat memiliki ini.

“Mingyu bakal jadi punya saya seorang, Alpha saya seorang...?”

“Iya.”

“Mingyu nggak akan pernah ninggalin saya...?”

“Iya...”

Jika ia harus hancur karena cinta,

“Mau,” Wonwoo tersenyum sangat, sangat manis. “Saya mau. Saya mau. Mingyu, Mingyu....

Alpha saya...milik saya...”

maka terjadilah.