20.

#soonwoo

Selesai ia mengetik kalimat terakhir dan memencet tombol panah ke kanan, ada suara seseorang memanggil namanya. Di jam 7:50 di hari Selasa, kampus sudah ramai oleh mahasiswa yang ada kelas pagi. Mereka bergegas menuju kelas masing-masing karena 10 menit lagi, pelajaran akan dimulai. Ada yang berkeliaran tak tentu arah karena kelasnya masih nanti jam 10. Ada yang berdiri menunggu di fotokopian, juga yang sibuk beli jajanan sebagai pengisi perut seadanya sampai jam makan siang nanti. Semua nampak normal dan baik-baik saja, walau pusing di kepalanya jelas mengganggu.

“Jeon Wonwoo?”

Ia mendongak dari layar handphonenya. Persis di depan dia, seorang laki-laki yang belum pernah ia lihat wajahnya sebelumnya berdiri, menghalanginya dari jalannya. Gestur laki-laki itu tenang. Pun senyuman yang tersungging di wajahnya yang manis sama tenangnya. Alis Wonwoo berkerut.

“Ya?”

BUGH!

Tiba-tiba saja, sebuah tonjokan kuat menyasar di pipinya. Hantaman pipi bagian dalam dengan giginya merobek daging di sana, membuat mulutnya seketika penuh dengan asin darah. Ia tersuruk ke lantai, mengundang jeritan dan perhatian dari semua yang ada di sana. Pipinya panas. Perih. Ia meludah ke lantai. Merah. Darah.

“Balesan,” ujar lelaki itu, masih santai, meringis seolah tidak baru saja menonjok Wonwoo. Tangannya masih terkepal membentuk kuda-kuda, bersiaga andaikata Wonwoo berdiri dan balas menyerangnya. “Sekaligus salam dari Kwon Soonyoung. Perutnya yang gemesin itu jadi jelek sama memar gegara lo. An eye for an eye, right?” Kekehan, namun yang Wonwoo tangkap hanya dua kata spesifik.

”...Kwon Soonyoung?” ia terbatuk, masih terkapar di lantai. Disekanya sisi bibir, menyapu darah dari sana, namun berhenti karena terasa pedih sekali. Ia butuh kompresan dingin. “Dia yang kirim lo ke sini?”

“Kirim?” laki-laki itu tertawa. “Yah, bisa dibilang begitu?”

“Berapa duit, ha?” meski gontai, Wonwoo berhasil berdiri. Dikepalnya tangan kencang-kencang, sudah terlalu murka untuk berpikir rasional. Kepalanya sakit. Pipinya nyeri. Ia meludahkan lagi darahnya. “BERAPA DUIT DIA BAYAR LO, ANJING?? GA BERANI DIA DATENG DAN HADEPIN GUE SENDIRI, HA??”

“Haha, fuck. You're insane, eh?” Joshua meringis semakin lebar. Ia memantapkan diri. Saat Wonwoo merangsek maju, ia siap mengayunkan lengan untuk menyarangkan tinjunya, ketika—

“OI! STOP!!” Gangguan datang berupa seorang laki-laki berambut hitam. Ia tidak lebih tinggi dari Wonwoo ataupun Joshua, tapi ia jelas lebih berisi. Lengan-lengannya segera mengalungi ketiak Wonwoo, menahan lelaki itu dari menyarangkan pukulan balasan. “WON! UDAH WON! STOP!!”

“LEPASIN GUE, CHEOL! BIAR GUE GAMPAR ANAK INI! LEPASIN!! GUE BOLEH MISKIN, TAPI GUE PUNYA HARGA DIRI!! BANGSAT!!!'

“WON, UDAH!!”

“HAHAHAHAHA!” aah...puas banget Joshua ketawa. Sekitar mereka makin ramai. Dari kejauhan, dia bisa melihat ada yang membawa dosen menuju mereka. Pun lelaki yang menengahi mereka tidak lagi sendirian. Ada laki-laki lain yang jauh lebih pendek namun tidak kalah berisinya dan laki-laki yang paling tinggi dari dua yang lain. Mereka menatapnya seolah ia antagonis yang harus dikalahkan. “Aww...jangan natap gue gitu dong, nanti naksir lho.” Candanya, sambil mengedip pada laki-laki pertama. Kemudian, Joshua menatap Jeon Wonwoo tepat di wajahnya. “Anggep aja ini cuma peringatan, Jeon. Jangan pernah lo nyakitin Soonyoungie, oke? Dia kesayangan gue. Sekali lagi lo sentuh dia, biar seujung rambut pun—”

Joshua mendekatkan wajahnya ke wajah Wonwoo, yang menggertakkan gigi dan berusaha melepaskan diri, walau cengkeraman Seungcheol bergeming. Darahnya naik ke ubun-ubun. Melihat ekspresi marah lelaki itu, Joshua semakin ceria. Ia berbisik dengan tenang, namun dalam dan penuh bahaya.

”—I will fucking kill you.”

Dikecupnya ujung hidung Wonwoo. Kaget, refleks Wonwoo pertama adalah maju, membuka mulut untuk menggigit lelaki itu, apapun, asal ia tidak berdiam diri menerima semua perlakuan itu padanya. Sayang, Joshua segera mundur dan berlalu, tepat ketika dua dosen mendekati mereka. Dada Wonwoo naik-turun, bergemuruh oleh amarah yang tidak sanggup ia tahan.

“Fuck! Bangsat! Orang tajir bangsat!” napasnya tercekat. “KWON SOONYOUNG!”