193.

#minwonabo

⛔🔞 slight R18

Jadi, seperti itulah. Mereka tumbuh bersama. Mingyu, Seokmin dan Joshua. Terlepas dari dijodohkan atau tidak, kedua Alpha menyukai keberadaan Joshua di antara mereka. Ia penyeimbang dinamika hubungan mereka, karena dua Alpha berteman takkan luput dari ego dan keposesifan, tak peduli Seokmin tergolong Alpha langka yang kebal akan itu semua. Ia bisa mengontrol emosi dan feromonnya jauh lebih baik dari Alpha lain. Alpha yang tidak terasa seperti Alpha.

Mungkin juga karena itulah, Joshua nampak lebih nyaman dengannya. Bila dengan Mingyu, ia masih harus mengatur cara bicara, tingkah laku, berusaha agar apapun yang ia lakukan tidak memulai insting Alpha Mingyu. Dengan Seokmin, ia tidak perlu melakukan itu semua. Joshua bisa bebas...berkelakar, menangis, mencurahkan isi hati, menyentuhnya...

Joshua memiliki satu poin penting yang dengan cepat disadari kedua Alpha: bahwa ia cepat merasa letih. Tiap kali bermain bersama teman-temannya, ia selalu pulang duluan atau beristirahat di satu tempat. Ketika mereka ke pantai, Joshua harus puas memandang mereka main lempar bola dari bawah payung pantainya. Tidak kuat kepanasan. Tidak boleh terkena hujan. Orangtua Joshua selalu mewanti-wanti dan mereka selalu menurut.

“Mau jalan besok sabtu?”

“Boleh. Bertiga lagi? Mau ke mana?”

“Berdua.”

Joshua mengerjap.

“Bukan bertiga. Berdua,” Seokmin dengan serius menatapnya. “Mau?”

Ada desir aneh dalam dadanya. Logikanya mengatakan bahwa dua sahabat tidak aneh menghabiskan waktu bersama berdua saja. Namun, hatinya mengatakan: Alpha ini tidak berniat menjadikanmu sahabatnya. Ia tidak buta. Ia bisa melihat bagaimana Seokmin memandangnya. Lembut. Berbeda dari Mingyu yang notabene adalah tunangannya. Selembut tatapnya, begitu pun perilaku Seokmin padanya, seolah ia bunga lemah yang harus diperlakukan hati-hati.

Di satu sisi, ia senang. Omega di dalamnya senang. Di sisi lain, ia ingin Seokmin berhenti memperlakukannya seolah ia barang pecah belah. Ia ingin....

...ingin Alpha ini melepaskan kendali dengannya dan bertindak sebagaimana Alpha terhadap Omega.

Joshua menggigit bibir, tahu bahwa mata Seokmin mengikuti geraknya. Bagaimana pupil sang Alpha mengecil. Ia tahu.

”....Mau.

Tahu.

Bahwa setelah ini, persahabatan mereka bertiga akan hancur.

__

Mereka bercinta untuk pertama kalinya tepat dua bulan sejak malam krusial itu, malam dimana mereka menyadari bahwa mereka sedang mengkhianati Mingyu. Bibir Joshua lembut, sedikit bergetar, ketika ia menciumnya. Pipinya basah ketika tangan-tangan Seokmin menahan pinggulnya agar ia bisa masuk lebih dalam lagi. Dan Seokmin belajar bahwa Joshua bukan tipe yang vokal di tempat tidur, mencapai puncak dengan napas tercekat dan desah tanpa suara. Joshua melempar kepala ke belakang ketika knot sang Alpha terbentuk, mengundang Seokmin untuk menggigiti sekujur lehernya, as he cums, memenuhi perut Omega-nya dengan benihnya yang hangat.

Setelahnya, ia menghabiskan sejam untuk menenangkan Joshua dalam pelukannya, mengusap punggungnya, mengecup kepala dan wajahnya dari rasa bersalah yang menggerogotinya. Dosanya, dosa mereka berdua.

“Kenapa...kenapa aku nggak dijodohin sama kamu aja...?” isakan terdengar, menyiutkan jantung Seokmin.

“Kita harus bilang ke Mingyu...”

Joshua menggeleng cepat. Gemetarnya kian menjadi. Mingyu, bagaimanapun sayangnya pada mereka, adalah Alpha. Posesif dan teritorial. Mingyu takkan diam saja mengetahui Omega yang diberikan padanya, hak miliknya, telah direbut Alpha lain di belakangnya. Lebih buruk lagi ketika Alpha itu adalah sahabatnya sendiri.

“Jangan!” serunya. Ia meremas lengan Seokmin, mengiba. “Jangan kasih tau Gyu. Dia...dia pasti ngamuk. Aku nggak mau..nggak mau kalian...”

“Joshua...”

Jangan...,” tangisnya turun lagi. Apapun yang Seokmin katakan akan percuma, maka ia diam saja. Hanya mengecup kelopak mata sang Omega, ujung hidungnya, keningnya...dan membuat mereka berdua melupakan realita di dalam pelukan erat.