168.
βUffβ!β
Ternyata tidak mudah membawa Wonwoo dan makanannya sekaligus. Ia harus memapah Wonwoo, sigap ketika lelaki itu doyong atau lunglai, sementara tangan satunya terus memegangi mangkuk beling dalam keadaan stabil.
Seungcheol menendang pintu kamar mereka hingga menutup dengan tumit kakinya. Kemudian, ia menaruh terlebih dahulu makanannya dan, terakhir, mengangkat kaki Wonwoo (refleks, lengan Wonwoo melingkari lehernya), membopongnya seperti semalam, untuk diturunkan ke tempat tidur.
......yang mana tidak dilepas oleh Wonwoo.
β.......β
Untuk beberapa saat, mereka tetap dalam posisi yang sama. Seungcheol dipeluk lehernya oleh Wonwoo di atas kasur. Tak ada tanda-tanda lelaki itu akan melonggarkan pegangan.
β.....Won...,β dengan pelan, dicobanya memanggil. βWon, ini udah di kamar kita kok. Lepas yok. Gue mau makan nih. Wonwoo...β
Bujukan, yang sia-sia karena Wonwoo bergeming. Seungcheol bergerak sedikit, berusaha melepas paksa, namun erangan protes dari Wonwoo menghentikannya. Dagu Seungcheol beristirahat di pundak Wonwoo.
β.......β
Ia menghela napas. Kembali lagi ke awal.
β.................Won, jangan gemes-gemes, nanti aku cium lho.β
β....cium aja....β
Napas Seungcheol tersentak. Ia menarik kepalanya agar bisa memandang wajah Wonwoo. Bulu mata lebat itu tidak bergerak. Kelopaknya masih menutup. Tetapi, bibir merah itu membentuk senyuman.
β....Won...? Lo...ngelindur?β
Seungcheol mengelus pipinya.
βWonββ
Kata yang tak pernah terbentuk untuk selamanya.
(βYa udah sih ga usah repot-repot, lu tangkep aja tuh leher terus cipok elahβ)