16.
“Mingyu.”
“H-hyung??”
“Sini.”
Berkata begitu, Joshua menarik tangan Mingyu, mengajaknya pergi dari kamar Seungcheol. Sekilas, ia berbalik, mendelik ke arah Seungcheol dan Jeonghan yang tersenyum dan menangkup kedua tangan, antara meminta maaf atau berterima kasih. Joshua hanya memutar bola mata dan membawa Mingyu pergi dari sana.
Entah harus ke mana, akhirnya Joshua membawa Mingyu ke kamarnya sendiri. Dia tidak punya teman sekamar, jadi lebih mudah untuk bicara privasi.
Setelah menutup pintu, Joshua duduk di kasurnya. Mingyu, however, tetap berdiri.
“Gyu, gue kasih tau yah,” helanya, sambil ia bersandar ke dinding samping tempat tidurnya. Kedua kakinya dijulurkan melintangi kasur. “Kalo Hani lagi sama Cheol, lo jangan ganggu.”
Mingyu mengernyitkan alis.
”...Ngerti, nggak?” tanya Joshua, ragu-ragu. Sungguh, dia enggan menjelaskan perihal ini.
Lalu, bagai baru tersadar, Mingyu terkejut. Seakan sebuah lampu baru saja dinyalakan.
“Oh!”
Joshua mengangguk.
“Oh...gue...gue nggak tau..,” gumamnya.
“Nggak pa-pa. Emang nggak semua tau kok. Mereka juga nggak mau kalian tau, sebenernya.”
“Siapa aja yang tau?”
“Gue, Uji, Hoshi...sekarang elo? Won juga kayaknya tau tapi gue ga pernah ngecek sih.”
Mingyu diam, menunduk.
“Kenapa?”
“Enggak...”
“Jijik?”
Mingyu cepat membantah. “Ya enggak lah! Gila apa gue??” tukasnya.
Joshua cuma ketawa. “Sans, Gyu, cuma ngecek,” kekehnya.
“Gue...gue cuma mikir ternyata bisa toh...pacaran di dalem grup gini...”
“Hmm,” Joshua mengangkat kedua lengannya untuk menyandarkan kepala. “Agensi tau sih. Makanya mereka bisa aman sampe sekarang. Yah...bisa dibilang, kalo emang cinta dan mereka jujur ke orang lain soal itu, kenapa enggak sih?”
Dilihatnya Mingyu mengerutkan alis. Berkontemplasi.
“Okay, enough about them. Lo kenapa sih, Gyu, sampe curcol gitu? Lo ngerasa kita berantem?”
“Soalnya...hyung kayak ngejauh..”
“Oh? Lo nyadar?”
“Tuh kan??”
“Sengaja gue,” dia ketawa. “Inget nggak pas lo makan berantakan dan gue elapin, lo bilang apa? Kalo gue cukup bilang ada nasi dan lo bisa elap sendiri.”
“Ah..”
“Gue jadi mikir. Iya ya. Jangan-jangan selama ini justru gue yang manjain lo. Jadi gue minggir dulu deh biar lo ga bergantung banget sama gue.”
Mingyu melangkah mendekati kasurnya.
“Kenapa, hyung?”
”? Ya jelas kan? Gue nggak mau lo diputusin lagi karena dibilang manja dan ceroboh,” senyumnya. “Gue mau lo bisa mandiri.”
Ketika dekat, diusapnya kepala Mingyu dengan lembut,
“Nggak apa-apa kalo lo jatohin barang, Gyu, yang penting lo langsung berusaha tangkep ato lo benerin lagi. Nggak apa-apa kalo lo ngambeg, yang penting lo omongin ke orangnya dan kalian baekan lagi. Nggak apa-apa lo lakuin itu semua. That is you, after all. Yang penting abis itu lo langsung perbaikin.
Gue rasa lo yang kayak gitu will be the most perfect boyfriend material.”
Senyuman Joshua tidak kunjung pudar, sambil tangan terus membelainya. Mingyu menatapnya balik tanpa putus. Mereka saling bertukar pandang dalam diam.
”...Will it be perfect enough for you, then?”
Belaian berhenti.