146.
Nyatanya, ia peduli.
Ia sangat dan ingin peduli.
Minghao memandangi wajah Joshua yang tertidur dalam pelukannya. Persenggamaan mereka tidak lama, hanya dua kali ejakulasi (Joshua tiga) dan selesai. Terlalu letih untuk bercinta semalaman seperti minggu pertama mereka jadian.
Tiap mereka bercinta, diam-diam, setelah Joshua (pingsan) tertidur, Minghao membersihkan tubuh mereka berdua, mengoleskan krim ke liang merah kekasihnya, berharap dapat meredakan perihnya ketika ia terbangun nanti, mengganti seprai dan baju dan membuat mereka berdua nyaman untuk pulas tidur.
Malam ini, kainnya bersimbah darah. Minghao membuang muka sambil membersihkan Joshua, menggigit bibir bawahnya, menahan hatinya yang hancur. Tangan yang memegang kain gemetaran, sampai ia harus menenangkan diri di kamar mandi sebelum kembali membersihkan segalanya, mengganti seprai dan baju, masuk ke selimutnya, lalu memeluk kekasihnya itu.
Memeluknya erat.
Kekasihnya dan hatinya yang retak perlahan.
Minghao peduli. Minghao mencintai Joshua. Lama. Lama sekali. Ia mendambanya. Memujanya.
Daripada seks kasar seperti yang selalu mereka lakukan, ia ingin bercinta dengan lembut, dengan mata saling memandang dan tangan bergenggaman, dengan tawa kebahagiaan, bukan teriakan kesakitan.
Ia ingin menangkup wajah Joshua yang tersenyum bahagia ketika mereka menyatu, memberitahunya seberapa besar ia mencintai lelaki itu.
Hubungan yang ia idam-idamkan semenjak ia menyadari ia jatuh cinta pada Joshua.
...Bukan seperti ini. Bukan hubungan yang seperti ini. Bukan seks yang hanya menimbulkan darah dan air mata. Bukan hubungan yang berbasis hubungan badan semata.
Mereka belum pernah pergi kencan, hanya menghabiskan waktu di ranjang atau kamar mandi. Belum pernah menghabiskan waktu tanpa menjurus ke seks.
Dan...
...dan Joshua belum pernah satu kali pun mengucapkan padanya kalau ia mencintainya juga...
Tanpa disadarinya, setetes air mata berlinang di pipi Minghao. โ...Mungkin harusnya aku nggak pernah nyatain perasaanku ke kamu,โ bisiknya ke kegelapan malam yang sunyi.
Dalam tidurnya, Joshua tersenyum, bermimpi indah akan padang bunga yang cerah dan seseorang yang memeluknya dengan hangat.